Suharso Monoarfa, Plt Ketum PPP
Jakarta, Jurnas.com – Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa merasa partainya dikerjain habis-habisan, sehingga berdasarkan quict count hanya menempati posisi sembilan dengan elektabilitas 4,65 persen.
“Memang mengejutkan. Termasuk kita dihabisin di daerah lumbung suara kita. Jabar, Banten, DKI Jakarta,” ujar Suharso, Jumat (19/4/2019).
Suharso mengaku belum tau persis apa yang membuat suara PPP tergerus. Ia menduga banyak money pilitic, dan itu terjadi di lumbung suara PPP.
“Saya engga tau apa yang kita alami di lumbung suara kita. Dan saya kira itu money politic luar biasa,” tegasnya.
Suharso juga merasa partainya diadili publik dengan black campaign dan serangan-serangan isu korupsi, khusuanya setelah Ketum PPP Romahurmuziy ditangkap KPK.
“Entah black campaign segala macam, termasuk kasusnya saudara Romy, jadi titik masuk buat mereka. Kita memang harus bentuk kembali tempat tempat itu. Tetapi sudah kejadian mau diapain,” lanjutnya.
Awalnya Suharso mengira kasus korupsi yang menimpa Romy tak akan banyak berpengaruh terhadap elektabilitas PPP. Namun ternyata isu negatif itu begitu massif, bahkan terstruktur ke bawah.
“Bukan hanya PPP ya, tapi yang bersama-sama PDI-P di wilayah itu juga dihajar,” tegasnya.
Ia menyontohkan di wilayah periangan timur, Jawa Barat seperti Tasik, Garut, termasuk di DKI Jakarta banyak suara yang tergerus.
“Jakarta kan sebenarnya kita ini tiga kursi, tapi tetep masih melekat partai penista agama dimainkan terus oleh mereka 02 dan seterusnya,” jelas Suharso.
Ia mengingatkan betapa kebencian ditanamkan oleh kubu Prabowo-Sandi dibenak publik, sehingga basis suara PPP porak-poranda.
“Kami ingin lihat. Kalau masalahnya hanya persaingan biasa, menurut kami enggak apa-apa. Tapi ini perbuatannya sudah di luar rasional lah. Jadi sudah menggigit kami punya suara yang memang basis PPP,” tukas Suharso.
TAGS : Suharso PPP Korupsi Romahurmuziy
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin