Bedah buku “Tol Laut Jokowi, Denyut Nadi NKRI” karya Akhmad Sujadi di Jakarta, Senin (20/5/2019).
Jakarta, Jurnas.com – Sebelum ada Tol Laut, masyarakat yang tinggal di daerah tertinggal, terpencil, terdepan dan perbatasan (T3P) mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan barang penting. Bahkan di daerah Natuna, Tarempa, Kepulauan Riau dan Nunukan, Kalimantan Utara sebagian kebutuhan pokok dipenuhi dari negara tetangga, Malaysia. Demikian pula bagi warga di Moa dan Kisar, Maluku Tenggara Barat, sebagian kebutuhan dipasok dari Timor Leste.
Hal tersebut disampaikan penulis buku Akhmad Sujadi pada acara Bedah Buku “Tol Laut Jokowi, Denyut Ekonomi NKRI” Senin (21/5/2019) yang diselenggarakan Forum Wartawan Kementerian Perhubungan (Forwarhub).
Tol Laut, memang kurang tenar dibandingkan jalan Tol Trans Jawa dan jalan Tol Trans Sumatera serta jalan Tol Kalimantan yang dibangun pemerintah. Padahal, menurut Sujadi, panggilan pria yang sudah menulis sembilan buku ini, Tol Laut manfaatnya sangat terasa bagi warga negara RI yang tinggal di daerah T3P.
Tol Laut yang merupakan pelayaran langsung, terjadwal dan rutin ini telah berhasil menurunkan disparitas harga sehingga kebutuhan pokok lebih terjangkau dan memberikan efek ekonomi.
“Warga di Tarakan, Kalimantan Utara kini mulai merintis berjualan ayam geprek yang di Jawa menjamur. Harga ayam beku yang lebih murah dari sebelumnya, membuat remaja di Tarakan merintis, membuka usaha ayam kripsi dan ayam geprek”, terang Sujadi.
Tidak hanya terjadi penurunan harga di daerah T3P, Pak Hadi, pelaku Tol Laut dari Anambas menuturkan, sebelum ada Tol Laut ikan gurita atau octopus tidak laku. Sekalipun ada yang beli hanya dihargai Rp10 hingga Rp15 ribu per kg. Setelah ada Tol Laut, ikan dapat dipasarkan di Jakarta dan harganya naik menjadi Rp40 hingga Rp55 ribu per kg. “Pak Hadi beli dari nelayan yang makin bergairah melaut sejak dijalankan Tol Laut dari Tanjung Priok, Jakarta ke Natuna”, terang Sujadi.
Dalam Bedah Buku oleh Forwarhub ini juga terungkap bahwa Tol Laut terus berkembang, dari 2 rute sejak diluncurkan pada 4 November 2015 menjadi 18 rute pada 2018. “Tol Laut juga tidak hanya mengoperaikan kapal kargo untuk angkutan bahan pokok dan barang penting saja, namun Tol Laut juga mengoperasikan 6 kapal ternak”.
Kapal ternak perdana yang diluncurkan perdana oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 10 November 2015 di Ujung Kamal, Madura, Jawa Timur ini, telah bertambah menjadi 6 kapal ternak yang dioperasikan Pelni, ASDP Indonesia Ferry dan perusahaan pelayaran swasta nasional ini sangat mendukung distribusi ternak antar pulau.
“Sebelum ada kapal ternak, untuk mengirim sapi dari NTT, NTB dan Bali ke Jawa menggunakan kapal kargo yang disekat dengan bambu. Untuk menaikkan hewan, sapi diikat dan diangkat dengan crane, hewan menjadi sters dan bobotnya susut hingga 22%,” terang Sujadi.
Tak berhenti pada pengoperasian kapal saja, untuk mempertahankan atau untuk memenuhi stok barang dan menjaga stabilitas harga, Kementerian Perhubungan dan Kementerian BUMN bersinergi dengan menugaskan BUMN transportasi laut, BUMN penyelenggara pelabuhan dan BUMN penyedia pangan untuk membangun “Rumah Kita” di daerah T3P.
Keberadaan “Rumah Kita” dengan tampilan modern sebagai pusat perdagangan dan distribusi logistik ke wilayah lanjutan di daerah tujuan Tol Laut, telah menjadi pelopor modernisasi perdagangan. Pengelolaan “Rumah Kita” yang bekerjasama dengan BUMD, BUMDes, Koperasi dan para pengusaha daerah juga menjadi acuan harga di daerah T3P.
TAGS : Tol laut Bedah buku Pelni ASDP Rumah Kita
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin