Baru-baru ini, seorang web developer bernama Madalyn Parker menggunakan alasan izin sakit pada kantor dengan alasan kesehatan mental kepada bosnya, CEO Ben Congleton.
Parker yang bekerja di sebuah perusahaan produksi perangkat lunak bernama Olark memang telah menjadi aktivis kesehatan mental yang vokal sejak 2015. Saat itu, dia menulis esai tentang perjuangannya melawan gangguan kesehatan mental dan bagaimana hal itu memengaruhi kariernya.
Mengutip Boredpanda, Rabu (12/7/2017), budaya kooperasi memang sering memberi stigma pada gangguan mental, seperti depresi, gangguan cemas, dan gangguan mental lainnya. Padahal, kondisi mental yang stabil sangatlah memengaruhi performa karyawan.
Namun, stigma itu rupanya tidak ada pada perusahaan tempat Parker bekerja. Setidaknya, hal itu sama sekali tidak ditunjukkan oleh sang CEO.
Ketika dia mengirimkan surel untuk meminta izin dua hari tidak masuk ke kantor demi kesehatan mentalnya, Madalyn Parker mendapatkan respons yang membuatnya terkejut, dan tidak menyangka bosnya akan merespon seperti itu.
Ternyata Ben Congleton merespons e-mail Parker tadi dengan rasa terima kasih.
“Aku hanya ingin berterima kasih secara personal padamu karena sudah mengirimkan surel seperti ini. Setiap kali kamu melakukannya, aku menggunakannya sebagai pengingat tentang betapa pentingnya menggunakan kesempatan izin sakit demi kesehatan mental,” tulis Congleton.
Congleton juga mengatakan, dia tidak percaya bahwa izin sakit untuk kesehatan mental bukanlah praktik standar perusahaannya. Congleton juga menulis, menurutnya Parker adalah contoh bagi semua orang karena telah membantu memangkas stigma tentang kesehatan mental.
Terkesan dengan respons CEO-nya itu, Parker lalu mengunggah pesan tadi ke Twitter. Hal ini membuat pujian dan dukungan berdatangan.
Kicauan Parker ini di-retweet sampai 9,5 ribu kali dan mendapatkan 32 ribu likes, membuatnya jadi viral dan menciptakan percakapan di Twitter.
Walau banyak yang mendukung tanggapan CEO tadi, banyak juga yang menyesalkan, kenapa permasalahan mental masih disertai stigma negatif yang membuat para pegawai sungkan untuk berterus terang tentang kondisi dan kesehatan mental mereka pada perusahaan.