JawaPos.com – Draf UU Omnibus Law Cipta Kerja berubah lagi dari sebelumnya 812 halaman, kini menjadi 1.187 halaman. Hal ini pun menimbulkan pro dan kontra karena tercatat sudah enam kali adanya perubahan terkait jumlah halaman.
JawaPos.com mencoba membandingkan antara draf UU Cipta Kerja 812 halaman dengan yang 1.187 halaman. Terdapat adanya penghilangan pasal dan perubahan substansi bab.
Misalnya Pasal 46 UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dihapus dari naskah draf 1.187 halaman. Padahal sebelumnya ada. Adapun pasal yang hilang ini menjelaskan tentang Badan Pengatur yang bertugas mengatur distribusi, mengawasi cadangan migas, dan tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa.
Kemudian, terjadi perubahan penulisan bab pada bagian Kebijakan Fiskal Nasional yang Berkaitan dengan Pajak dan Retribusi. Dalam naskah 812 halaman, hal ini ada di bawah Bab VIA. Namun, di naskah 1.187 halaman bab ini bernomor VIIA.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengakui adanya penghilangan pasal di draf UU Cipta Kerja dengan halaman 1.187. “Terkait Pasal 46 yang koreksi itu benar,” ujar Supratman kepada wartawan, Kamis (22/10).
Politikus Partai Gerindra tersebut menuturkan Pasal 46 tersebut memang seharusnya dihapus dari UU Cipta Kerja. Itu karena terkait tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas. “Jadi kebetulan Setneg yang temukan. Jadi, itu seharusnya memang dihapus, karena itu terkait dengan tugas BPH Migas,” katanya.
Supratman berujar pasal 46 berisi tugas BPH Migas. Awalnya pemerintah mengusulkan kewenangan tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa atau toll fee dialihkan dari BPH Migas ke Kementerian ESDM.
Namun, saat dibahas di rapat panitia kerja (Panja) RUU Cipta Kerja usulan pemerintah tersebut tidak dapat diterima. Namun ternyata naskah Pasal 46 tersebut belum dihapus saat DPR menyerahkan draf final UU Cipta Kerja dengan naskah 812 halaman.
“Atas dasar itu, kami bahas di Panja, tapi diputuskan tidak diterima di Panja. Tapi naskah yang kami kirimkan ke Setneg ternyata masih tercantum (Pasal 46-Red).
Karena menganggap ada yang salah, Supratman mengatakan pihak Sekretariat Negara (Setneg) meminta klarifikasi ke Baleg karena masih terdapatnya Pasal 46 tersebut. “Jadi saya berkonsultasi dengan kawan-kawan seharusnya tidak ada (Pasal 46, Red),” sebutnya.
Sementara terkait keberadaan Bab tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan Pajak dan Restribusi yang mengalami perubahan posisi di draf terbaru UU Cipta Kerja, Supratman mengatakan ketentuan tersebut seharusnya berada di Bab VIIA.
Dalam naskah draf UU Ciptaker 812 halaman, ketentuan terkiat kebijakan fiskal nasional diatur dalam Bab VIA. Posisinya disisipkan antara Bab VI dan Bab VII. Namun, dalam naskah versi terbaru dari pemerintah yang berjumlah 1.187 halaman, bab tersebut menjadi Bab VIIA. Disisipkan antara Bab VII dan Bab VIII.
“Ternyata setelah kami cek seharusnya Bab VIIA. Itu kan hanya soal penempatan saja, tidak mengubah isi sama sekali,” pungkasnya.
Diketahui, ada enam draf yang beredar di kalangan publik terkait RUU Cipta Kerja ini. Pertama RUU setebal 1.028 halaman (Maret 2020). Kedua versi 905 halaman (5 Oktober). Ketiga versi 1.052 halaman (9 Oktober). Keempat 1.035 halaman (12 Oktober). Kelima versi 812 halaman pada (12 Oktober). Terakhir yakni keenam versi 1.187 halaman (22 Oktober).
RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah disahkan DPR dan pemeritah dalam rapat paripurna pada Senin (5/10) lalu. Sebanyak tujuh fraksi setuju yakni Fraksi PDIP, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Nasdem, PKB, PAN, dan PPP. Sementara dua fraksi menolak yakni Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat. Bahkan, Fraksi Partai Demokrat melakukan aksi walk out dari ruang sidang paripurna sebagai bentuk penolakan pengesahan UU Cipta Kerja.
Saksikan video menarik berikut ini:
Editor : Edy Pramana
Reporter : Gunawan Wibisono
Credit: Source link