Komitmen Investasi Terus Mengalir, Namun Realisasi Masih Minim

Komitmen Investasi Terus Mengalir, Namun Realisasi Masih Minim

JawaPos.com – Komitmen investasi dari investor asing terus mengalir ke Indonesia, bahkan sejak sebelum pandemi. Terlebih, sejak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja disahkan, rencana investasi di Indonesia semakin marak. Pada November ini, misalnya, dua perusahaan asal Belanda berencana berinvestasi di Indonesia. Friesland Campina, perusahaan susu asal Belanda, akan berinvestasi sebesar Rp 4 triliun mulai 2021, sementara produsen pipa global Wavin BV akan berinvestasi senilai USD 125 juta atau Rp 1,7 triliun.

Gaung rencana investasi ke Indonesia sebetulnya sudah banyak nyaring terdengar sejak awal tahun ini. Uni Emirat Arab, misalnya, berencana menyiapkan dana jumbo sebesar USD 22,8 miliar untuk berinvestasi di Indonesia. Sementara Amerika Serikat disebut-sebut akan menambah kucuran investasi ke Indonesia, hingga miliaran dollar AS.

Namun, komitmen investasi hanya akan menjadi janji manis belaka jika tidak direalisasikan. Bisa-bisa, rencana investasi ratusan triliun hanya akan menjadi investasi mangkrak. Padahal, setelah babak belur karena pandemi, investasi bisa menjadi alat untuk menggenjot pemulihan ekonomi nasional dan juga berpotensi membuka lapangan pekerjaan baru. Dibutuhkan sikap responsif dari pemerintah untuk merespons komitmen investasi yang datang hingga akhirnya bisa terealisasi.

Deputi Koordinasi Bidang Makroekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk melanjutkan reformasi struktural dalam jangka panjang.

Menurut Iskandar, kendala yang dihadapi investor selama ini antara lain perizinan yang lama dan panjang, sulitnya pembebasan lahan, tenaga kerja yang produktivitasnya rendah, dan rumitnya peraturan tenaga kerja.

“Semua itu membuat mahalnya investasi di Indonesia yang tercermin dari ICOR yang tinggi sekali, yaitu di 6,8. Tidak efisien sekali,” ujarnya dalam keterangannya, Rabu (2/12).

Oleh karena itu, lanjut Iskandar, pemerintah saat ini sibuk siang malam menyiapkan peraturan pelaksana UU Cipta Kerja, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden. Dengan begitu, investor, baik investor baru maupun yang telah berkomitmen bisa segera merealisasikan investasi di Indonesia.

Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, pihaknya juga terus berupaya agar komitmen investasi dapat direalisasikan. Dalam empat tahun terakhir, Indonesia memiliki cadangan investasi yang mangkrak senilai Rp 708 triliun. Dari jumlah tersebut, Bahlil bilang, BKPM telah memfasilitasi investasi mangkrak senilai Rp 474,9 triliun.

Baca juga: Relokasi Investasi, 143 Perusahaan Asing Siap Masuk RI

“Sudah kita selesaikan 67 persen, di dalamnya termasuk investasi YTL Power Tanjung Jati, Hyundai dan PLTS Terapung di Sungai Cirata. Saya yakin Indonesia akan menuju babak baru, memenangkan kompetisi investasi dan khususnya di Asia tenggara, dan global pada umumnya,” tuturnya.

Namun tampaknya kecepatan Pemerintah dalam merespon komitmen investasi masih belum bisa memenuhi ekspektasi Presiden Joko Widodo. Pada sidang kabinet awal November lalu, Jokowi menegur Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, serta Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, lantaran investasi pada kuartal ketiga 2020 masih terkontraksi hingga minus 6 persen.

“Saya sudah mewanti-wanti kepada Kepala BKPM dan Menko Marves agar paling tidak di kuartal III ini bisa minus di bawah 5, tapi ternyata belum bisa,” tutur dia.

Presiden Jokowi juga mengingatkan agar kejadian investor lari ke negara tetangga tidak terulang kembali. Dengan segenap jurus yang dilakukan pemerintah mulai dari UU Cipta Kerja hingga deregulasi birokrasi investasi, diharapkan dapat memuluskan jalan investasi masuk ke dalam negeri. Saat ini ada banyak investor baik dari dalam maupun luar negeri sedang menunggu janji pemerintah untuk bisa merealisasikan kucuran dananya.

Di samping itu, Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, selain kecepatan dalam meresponz, ia mengatakan insentif juga tak kalah penting untuk memuluskan jalan investasi masuk ke Indonesia.

“Kompetisi antar negara dalam memperebutkan investasi makin ketat. Jika ada negara memberikan insentif pajak lebih besar, wajar jika investor lebih memilih berinvestasi di negara tersebut,” tutupnya.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 

Editor : Kuswandi

Reporter : Romys Binekasri


Credit: Source link

Related Articles