indopos.co.id – Tak hanya masyarakat Aceh, Maluku, dan Buton, Sulawesi yang bermata biru di Indonesia. Namun ada pula orang-orang dari Suku Minangkabau, Sumatera Barat (Sumbar) yang juga memiliki mata biru yang merupakan turunan dari keluarga mereka.
Keberadaan warga bermata biru ini ada yang diperoleh dari keturunan bule atau luar negeri. Namun berbeda dengan masyarakat Suku Minangkabau. Mereka adalah orang-orang yang memiliki sindrom Waardenburg. Ini merupakan sindrom langka yang menyebabkan gangguan pendengaran, perubahan warna mata, kulit, rambut, dan bentuk wajah.
Orang dengan kondisi ini biasanya memiliki iris mata berwarna biru atau berbeda warna (Heterokromia iridium) seperti satu biru dan satu hitam atau coklat.
Nama sindrom ini diambil dari nama D.J. Waardenburg, dokter mata asal Belanda yang pertama kali mengidentifikasinnya pada 1951.
Dokter Alana Biggers, lulusan Universitas Illinois Chicago, Amerika Serikat mengatakan, Sindrom Waardenburg adalah kondisi genetik langka, yang hanya diderita oleh satu dari 40.000 orang di dunia.
Orang dengan sindrom ini biasanya mengalami gangguan pendengaran di salah satu maupun di kedua telinganya. Selain itu mereka juga tidak mampu melihat cahaya yang sangat terang, tapi bisa melihat benda meskipun dalam kondisi gelap.
Seperti yang dialami dua anak laki-laki di Jorong Kubang Rasau, Nagari Balai Panjang, Kabupaten Limapuluhkota, Sumatera Barat. Fahri (9) dan Gofar (4), keduanya memiliki warna iris mata biru, dan sebelahnya berwarna cokelat. Mata biru mereka indah seperti berlian, tapi mereka mengalami gangguan pendengaran sejak lahir.
Orangtua Fahri dan Gofar, Yulia Eliza (29), yang memiliki iris mata berwarna cokelat terang itu mengaku kondisi ekonomi keluarganya serba kekurangan, sehingga tidak mampu untuk membeli alat pendengaran untuk anaknya.
Yulia mengaku dokter pernah menyarankan kepadanya agar diberi alat pendengaran seharga Rp24 juta per unit atau dioperasi dengan biaya Rp500 juta untuk kedua anaknya. Namun akhirnya Yulia hanya bisa pasrah menolak kedua tawaran tersebut. ”Saya tidak memiliki uang untuk operasi itu,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Hal serupa dialami oleh Dani (6,5) dan adiknya, Alika (2,5), warga Jorong Padang Data, Nagari Simawang, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Mereka berdua memiliki mata biru, tapi mengalami gangguan pendengaran sejak lahir.
Orangtua dari kedua anak tersebut, Jainal (33) mengaku menerima saran dokter agar menyekolahkan Dani setahun lagi di SLB. Setelah itu, baru ditinjau kembali apakah sudah bisa menggunakan alat dengar atau belum.
Meski demikian, Jainal yang sehari-sehari bekerja sebagai petani tersebut ragu untuk bisa mendapatkan alat bantu pendengaran itu, sebab ia masih menunggak iuran BPJS kesehatan karena kesulitan di masa Pandemi Covid-19.
Memiliki iris mata berlainan warna, juga dialami seorang pelajar bernama Armila Putri (14), yang tinggal di Jorong Batu Lipai, Nagari Batipuah Baruah, Kecamatan Batipuah, Kabupaten Tanah Datar. Meskipun memiliki mata berlainan warna, tidak ada gangguan pendengaran yang dialami Armila, semuanya normal. Armila memiliki iris mata sebelah kiri berwarna biru, dan sebelahnya lagi hitam, membuat dirinya diolok-olok sejak duduk di bangku sekolah dasar.
Tapi sekarang, ia justru bangga dengan hal itu, karena mata yang berbeda warna yang dimilikinya membuat sejumlah fotografer lokal datang untuk memotretnya. Armila dijadikan model oleh mereka dan dibayar. Kini ia pun tidak malu lagi memiliki mata berlainan warna.
Kebanggaan tersebut juga dirasakan oleh keluarga Tuti Fariani (58), yang generasinya memiliki mata biru hingga cucunya. Tuti yang berprofesi sebagai guru itu, memiliki anak-anak yang salah satunya bermata biru, yakni Muthia Eriani (30).
Muthia memiliki sepasang anak, yang juga bermata biru, yakni Amira (5) dan Gibran (2,5).
Tinggal di Nagari Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Tuti bangga dengan keluarganya yang dikenal sebagai keluarga mata biru di daerah itu.
Kebanggaan tersebut kian menular ke sejumlah orang-orang Minangkabau yang bermata biru dan keturunannya yang merantau ke sejumlah daerah di Indonesia. (ant/aro)
Credit: Source link