FKPI Kecewa Kebijakan Mentan, Jokowi Diminta Turun Tangan

FKPI Kecewa Kebijakan Mentan, Jokowi Diminta Turun Tangan

JawaPos.com – Ketua Forum Komunikasi Pembibitan Indonesia (FKPI) Noufal Hadi mengingatkan soal kebijakan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo di bidang perternakan nasional. Banyak para pelaku usaha di sektor menengah dan kecil yang dirugikan.

“Kebijakan yang ada saat ini belum berpihak pada peternak kecil. Terutama terkait kuota impor Grand Parent Stock atau (GPS) indukan ayam masih sangat berpihak pada perusahaan raksasa, peternak pembibitan Usaha Menengah Kecil (UMK) diabaikan,” ujar Noufal Hadi dalam keterangan tertulisnya pada JawaPos.com, Selasa (4/5).

Padahal, menurut Noufal Hadi, integrator atau perusahaan perunggasan raksasa telah menguasai bisnis perunggasan dari hulu hingga ke hilir. Mereka menguasai pembibitan ayam indukan broiler (pedaging) Grand Parent Stock (GPS), pakan, dan bahkan bermain pada budi daya. Ini mengakibatkan peternak mandiri Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mengalami kesulitan bibit ayam (DOC).

“Kami di FKPI menuntut transparansi dari pelaksanaan surat Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) nomor B-15002/PK.010/F2.5/12/2020 tertanggal 15 Desember 2020, yang berisi kuota impor bibit ayam GPS mencapai 600.000 ekor pada 2021,” ujarnya.

Noufal menjelaskan, Charoen Pokphand Indonesia dan Japfa mendapatkan kuota sebanyak 64 persen sementara 36 persen sisanya dibagi kepada 17 perusahaan. menurutnya, hal ini bisa memicu praktek monopoli dalam penentuan harga DOC.

“Atas ketidakadilan tersebut, kami FKPI menuntut Presiden Jokowi mengganti Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Karena kebijakannya tidak pro-peternak mandiri rakyat,” tegasnya.

Peternak mandiri yang mengeluhkan tidak mendapat DOC membuktikan terjadi permasalahan pembagian kuota GPS. Hal itu mengakibatkan DOC mahal dan langka di tingkat peternak mandiri.

Baca Juga: Reformasi ASN, Naik Pangkat Tiap Dua Tahun dan Usia Pensiun Ditambah

Baca Juga: KRI Nanggala-402 Tenggelam, AHY: 1 Nyawa Prajurit TNI Sangat Berharga

“Kalau dibiarkan dengan aturan sekarang, maka dua perusahaan perusahaan tersebut dengan kekuatan modal bisa mendapat 80 persen dari kuota. Saatnya Presiden turun tangan dan mengganti Menteri Pertanian,” imbuhnya.

Diketahui, kuota impor GPS yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal PKH tersebut, menerapkan sistem skor. Integrator dan peternak mandiri memperoleh jatah GPS sesuai dengan skor mereka. Skor tersebut dibuat transparan, namun menurut Noufal justru menjadi tidak transparan karena disusun untuk mematikan pembibit UMK dengan parameter yang tidak mungkin dicapai pembibit UMK.

“Pasalnya, parameter ekspor serta olahan diperuntukkan juga pada pembibit UMK mandiri yang bermodal terbatas,” imbuh Noufal.

Menurutnya dua perusahaan besar integrator menyalurkan 80 persen Day Old Chicken (DOC) ke anak-anak perusahaan atau jaringan mereka. Para peternak mandiri kesulitan membeli DOC dari mereka. Sementara bila peternak mandiri membeli DOC kualitas dua, biaya produksi bakal meningkat yang mengakibatkan kerugian peternak.

“Ini yang seharusnya mendorong Menteri Pertanian memberi kuota GPS kepada pembibit UMK karena dari mereka, peternak UMKM mendapat DOC,” kata Noufal.

Karena aturan itu, lanjut Noufal, para peternak yang bergerak di bidang pembibitan merasa ada ketidakadilan dalam pembagian jatah kuota impor GPS.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Sugeng Wahyudi menyampaikan, saat ini peternak mandiri anggota Gopan kesulitan mendapatkan DOC dan harganya mahal.

Gopan berharap Presiden turun tangan menyelesaikan masalah impor GPS yang dibuat dengan aturan yang menguntungkan dua perusahaan besar, sehingga terjadi ketidakadilan. Karena menurut Sugeng, terdapat indikasi permainan dalam pembuatan aturan untuk mematikan pembibit yang kecil sehingga menjurus monopoli,

“Presiden harus turun tangan karena sudah lima bulan tidak ada tindakan dari Menteri Pertanian,” ujar Sugeng.

Gejala adanya kartel yang menjurus monopoli tersebut, menjadi sorotan Komisi IV DPR RI yang menjadi mitra Kementerian Pertanian. Karena itu, Anggota Komisi IV DPR Budhy Setiawan menegaskan, kuota GPS itu harus di berikan secara transparan dan berkeadilan.

“Direktur Jenderal PKH harus mendengarkan keluhan dari para peternak mandiri dan pembibit UMK,” ujarnya.

Meskipun terdapat Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), bila masih ada yang yang protes kepada Komisi IV DPR, berarti menunjukkan adanya proses yang tidak transparan dan berkeadilan, “Ini harus dikoreksi dan ada perubahan,” ujar Budhy.

Terkait pembagian yang menguntungkan dua perusahaan unggas tersebut, berpotensi menciptakan kartel dan monopoli. Untuk itu, Komisi IV akan semakin detail dalam melihat dan memantau perkembangan industri perunggasan.

“Kami tidak akan lagi menolelir penguasaan-penguasaan secara besar oleh sekelompok pengusaha, yang tidak memperhatikan peternak rakyat,” pungkasnya.


Credit: Source link

Related Articles