“Harus ada kejelasan regulasi. Jangan-jangan kita regulasinya masih kurang jelas, dengan masih memungkinkan adanya angkutan umum (ilegal) yang menggunakan plat hitam. Ini dimanfaatkan oleh orang-orang yang berkepentingan. Regulasi harus jelas dan kebijakan harus konsisten,” kata Darmaningtyas dalam seminar daring, Jumat (23/7).
Lebih lanjut, mengutip dari data Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, angkutan umum ilegal justru semakin banyak sejak pemberlakuan larangan mudik untuk mencegah penyebaran COVID-19. Hal ini kemudian disusul oleh kurangnya jumlah personel untuk melakukan pengawasan serta penindakan atas angkutan ilegal yang tersebar melalui jalan tikus.
Data yang dipaparkan oleh Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo tersebut juga menunjukan bahwa regulator juga kesulitan melakukan pemantauan angkutan ilegal ini karena pemesanannya banyak dilakukan secara daring. Tak hanya menyulitkan pemantauan, hal ini juga dinilai menimbulkan persaingan yang tidak sehat dengan angkutan umum yang legal.
Hal ini juga menjadi lebih menantang lantaran kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga rendah. Diketahui bahwa PPNS Perhubungan tidak dapat melakukan penindakan kendaraan mobil penumpang plat hitam, kecuali kendaraan plat hitam yang wajib uji.
“Sehingga, kita butuh ketegasan aparat, butuh dukungan regulasi. Jika misalnya harus merevisi (UU) LLAJ, harus jelas, supaya denda itu tidak sekadar memenuhi administasi, tapi juga untuk membuat jera angkutan ilegal. Perlu juga koordinasi antar stakeholder; sinergi Kemenhub, Dishub, kepolisian, dan lainnya, supaya tidak saling lempar tanggung jawab,” kata Darmaningtyas.
“Kita perlu perubahan paradigma dalam angkutan umum yang berorientasi ke kebutuhan penumpang. Aspek kepraktisan, efisiensi, kecepatan, dan akses. (Lewat angkutan ilegal,) Mereka diantar-jemput sampai tujuan, point to point. Sekarang, (angkutan legal) pun perlu seperti itu. Perlu ada perubahan tatanan termasuk infrastruktur atau prasarana, dan suprastruktur atau regulasinya,” pungkasnya.
Pengamat Transportasi Djoko Setjowarno menambahkan, regulator juga sebaiknya menyederhanakan peraturan tentang perizinan angkutan umum, sehingga mudah dimengerti para pengusaha angkutan di daerah.
“Selain itu, BPTD/BPTJ sebagai kepanjangan wewenang Ditjen Hubdat di daerah dapat menjalin komunikasi dengan para pengusaha angkutan umum plat hitam di daerah, sekaligus dapat melakukan pembunaan dan sosialisasi peraturan perizinan angkutan umum,” kata Djoko.
“Penting juga di awal justru komitmen dari pihak-pihak TNI/Polri, juga anggota DPR RI untuk tidak jadi backing dan mengarahkan atau mensosialisasikan pemilik angkutan umum ilegal untuk menjadi legal,” pungkasnya.
Baca juga: DKI Jakarta target tertibkan 76 terminal ilegal tahun ini
Baca juga: Sinergi pemerintah penting untuk berantas angkutan umum ilegal
Baca juga: Kemenhub berkomitmen berantas angkutan umum ilegal
Pewarta: A087
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021
Credit: Source link