JawaPos.com – Bahan Bakar Minyak (BBM) solar bersubsidi belakangan mengalami kelangkaan di beberapa daerah. Pengamat energi Sofyano Zakaria mengatakan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, sudah saatnya pemerintah mengkoreksi kenaikan harga jual solar bersubsidi hingga rentang harga dengan solar non subsidi semakin tipis. Sehingga tidak membuat solar subsidi jadi incaran untuk disalahgunakan atau diselewengkan peruntukannya.
“Idealnya rentang harga jual solar subsidi dengan solar non subsidi maksimal Rp 1.000 per liter. Buat perbandingan harga solar subsidi saat ini Rp 5.150 per liter sedang solar non subsidi Rp 9.500 per liter,” ujarnya kepada JawaPos.com, Rabu (20/10).
Sofyano mengaku, jumlah SDM pada BPH migas untuk melakukan pengawasan khususnya terhadap ditribusi solar subsidi terbagas. Sehingga, pemerintah perlu meminta agar pihak Polri yang aktif melakukan pengawasan dilapangan.
Selanjutnya, kuota solar subsidi harusnya tidak ditentukan berdasarkan per lembaga penyalur dalam hal ini SPBU seperti yang berlaku saat ini oleh BPH Migas. Akan tetapi, per wilayah sehingga jika terjadi kekosongan solar subsidi pada SPBU, maka pihak Patra Niaga bisa melakukan kebijakan menambah kuota solar agar kebutuhan masyarakat tetap terlayani.
“Kekosongan solar yang terjadi kurang tepat jika disebut sebagai kelangkaan, karena yang terjadi dan tentunya bisa dibuktikan adalah kekosongan solar subsidi pada beberapa SPBU pada beberapa kabupaten kota tertentu saja dan bukanlah terjadi di seluruh spbu pada semua kabupaten kota di propinsi,” tuturnya.
Ia menegaskan, kekosongan solar subsidi di beberapa SPBU bukan berarti bahwa pasokan BBM solar (B30) di negeri ini menipis atau bermasalah. Sebab, ini bisa dibuktikan dengan tidak terganggunya distribusi atau penjualan solar B30 buat keperluan industri dan marines (kapal).
“Jika solar bermasalah tentunya pihak industri dan pelayaran pasti sudah berteriak,” ucapnya.
Agar soal kekosongan solar yang terjadi baru baru ini tidak dipolitisir dan di dramatisir pihak tertentu, ia menambahkan pihak pertamina dan BPH migas sebaiknya menyampaikan ke publik terkait SPBU mana saja yang sempat alami kekosongan solar subsidi dan apa penyebabnya.
“Bukankah Pertamina sudah lakukan program digitalisasi juga pada SPBU. Tentunya masalah kekosongan SPBU sangat mudah dan cepat bisa diketahui terjadinya dan apa penyebabnya dengan digitalisasi yang ada,” pungkasnya.
Editor : Edy Pramana
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link