DENPASAR, BALIPOST.com – Tersangka kasus dugaan gratifikasi senilai Rp 16 miliar, Dewa Ketut Puspaka, menolak menandatangani penyitaan sejumlah aset miliknya oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali. Namun demikian, jaksa tetap melakukan penyitaaan.
Dikonfirmasi Minggu (19/12), Kasipenkum Kejati Bali, A. Luga Harlianto menyatakan, sesuai informasi yang diterimanya dari penyidik, memang ada penolakan. “Namun dalam KUHAP penolakan tersebut tidak menjadikan penyitaan tidak terlaksana. Kami tetap melakukan penyitaan,” tegas Luga.
Lanjut dia, terkait persoalan keberatan tersangka dalam hal menolak, itu nanti ada ruangnya di persidangan. “Tentunya nanti penuntut umum akan menyampaikan pembuktiannya terkait penyitaan tersebut,” jelasnya. Apakah itu artinya penyitaan tetap dilakukan? “Ya tetap,” tegas Luga.
Informasi didapat, aset mantan Sekda Buleleng yang disita itu adalah berupa lima aset yang berlokasi di Buleleng dan Denpasar. Ada tanah dan bangunan di Desa Baktiseraga, Buleleng, ada di Dalung, Kuta Utara. Dewa Puspaka ditahan atas dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Humas Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Denpasar, Gede Putra Astawa, dikonfirmasi atas perpanjangan penahanan Dewa Puspaka membenarkan telah memperpanjang penahanan yang bersangkutan beberapa waktu lalu. “Perpanjangan penahanan atas permintaan penuntut umum,” jelas Astawa. Ditambahkan, bahwa perpanjangan penahanan itu terhitung sejak 5 Desember 2021 sampai dengan 3 Januari 2022.
Sebelumnya, diberitakan ditunjuk sebagai Ketua Tim JPU yaitu Agus Purnomo, selaku Asisten Bidang Pidana Khusus Kejati Bali. Pejabat Kejati Bali sebelumnya mengatakan penanganan tersangka DKP dalam perkara penerimaan sejumlah uang (gratifikasi) dalam kaitannya dengan pembangunan Bandara Bali Utara di Buleleng, pengurusan izin pembangunan Terminal Penerima LNG Celukan Bawang dan penyewaan lahan tanah Desa Yeh Sanih dengan jumlah uang Rp 16 miliar telah memasuki tahap penuntutan. (Miasa/Balipost)
Credit: Source link