JawaPos.com – Persoalan utang Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya tak kunjung tuntas. Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban menyebutkan, upaya untuk menagih pembayaran tetap menjadi prioritas dibandingkan langkah penyitaan aset.
Hingga 31 Desember 2020, Kemenkeu mencatat utang Lapindo mencapai Rp 2,23 triliun. Berdasar audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, jumlah utang itu sudah termasuk denda dan bunga.
Rionald menjelaskan, sejauh ini Lapindo menawarkan pembayaran utang melalui pengalihan aset. Yakni berupa tanah di Sidoarjo, Jawa Timur. Namun, pemerintah tak langsung mengiyakan tawaran tersebut. “Kami tidak serta-merta seperti itu, memang ada perjanjian yang menyatakan penjaminan, tapi yang diutamakan pembayarannya,” ujarnya dalam media briefing kemarin (28/1).
Rionald membenarkan bahwa tanah tersebut memang menjadi jaminan dalam persoalan piutang itu. Namun, tentu pemerintah akan memastikan nilai jaminan itu terlebih dahulu. ’’Manakala kemudian yang bersangkutan menyatakan tak bisa membayar dan menyerahkan jaminan, jaminan itu ada nilainya atau tidak?’’ katanya.
Dia mengingatkan, utang Lapindo akan terus bertambah tinggi jika tidak segera dibayar. Sebab, denda akan terus bertambah sebelum pelunasan dilakukan.
Credit: Source link