UU TPKS Disahkan, DPR-Masyarakat Sipil Siap Kawal Implementasinya
JawaPos.com – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasi pemerintah dan DPR karena enam elemen kunci payung hukum diadopsi dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang disahkan kemarin (12/4). Selain itu, beleid baru tersebut berhasil mengatur sembilan TPKS yang sebelumnya belum masuk dalam tindak pidana atau baru diatur secara parsial.
”Ini juga tidak terlepas dari keberanian korban yang telah menyuarakan dengan berani pengalaman-pengalamannya dalam mengklaim keadilan, kebenaran, dan mendapatkan pemulihan,” ujar Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah di Jakarta kemarin.
Menurut dia, UU TPKS menjadi terobosan hukum yang mengatur pemidanaan (sanksi dan tindakan), hukum acara khusus yang menjadi hambatan keadilan bagi korban, pelaporan, penyidikan, serta penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan, termasuk pemastian restitusi serta dana bantuan korban.
Sembilan TPKS yang sebelumnya belum masuk dalam tindak pidana atau baru diatur parsial, antara lain, tindak pidana pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, dan pemaksaan perkawinan. ”Juga penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik,” katanya.
Ketua DPR Puan Maharani memimpin langsung rapat pengesahan UU TPKS kemarin. Selain anggota DPR dan perwakilan pemerintah, sejumlah aktivis perempuan dari berbagai organisasi juga ikut hadir. Di antaranya, Koalisi Perempuan Indonesia, Forum Pengada Layanan, Yayasan LBH APIK Jakarta, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Perhimpunan Jiwa Sehat, dan Yayasan Kesehatan Perempuan.
Pengesahan UU TPKS pun diawali dengan penyampaian pendapat dari fraksi-fraksi. Kemudian, penyampaian laporan dari Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR yang juga Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga.
Selanjutnya, Puan meminta persetujuan untuk mengesahkan RUU TPKS menjadi UU. Anggota dewan kompak menyatakan setuju. Puan lalu mengetok palu sebagai tanda disahkannya RUU tersebut menjadi UU.
Tepuk tangan dan sorak-sorai membahana dalam ruang rapat paripurna DPR. Mayoritas anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna juga ikut berdiri dan bertepuk angin memberikan apresiasi. ”Pengesahan RUU TPKS menjadi UU adalah hadiah bagi seluruh perempuan Indonesia menjelang diperingatinya Hari Kartini sebentar lagi,” ujar Puan.
Puan menegaskan, implementasi UU TPKS nanti dapat menghadapi dan menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual. Khususnya, kata Puan, sebagai perlindungan perempuan dan anak-anak di Indonesia. ”Karena itu, perempuan Indonesia tetap dan harus semangat. Merdeka!” tegas putri mantan Presiden Megawati Soekarnoputri tersebut.
Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya menuturkan, pengesahan UU menjadi buah penantian panjang korban-korban kekerasan seksual. Termasuk bagi kaum perempuan, kelompok difabel, dan anak-anak. ”Ini sebuah capaian kita bersama. Terima kasih kepada semua pihak, teman-teman di baleg, kalian luar biasa,” tuturnya.
Willy menjelaskan, DPR akan mengawal dan mengawasi implementasi UU baru itu. Dia yakin pemerintah akan bergerak cepat untuk menyusun aturan turunan dari UU TPKS.
Menteri PPPA Bintang Puspayoga memberikan perhatian serius terhadap implementasi UU TPKS dan penyusunan aturan turunannya. ”Yang perlu terus kita ingat, UU ini nanti memberikan manfaat ketika diimplementasikan, khususnya bagi korban kekerasan seksual,” terang Bintang.
Komnas Perempuan juga akan turut mengawal implementasi di lapangan. Salah satunya, memberikan saran dan rekomendasi terhadap peraturan pelaksanaannya yang segera disusun pemerintah. Hal itu sejalan dengan mandat pemantauan dalam UU TPKS sebagai mekanisme yang integral untuk memastikan daya guna dari payung hukum ini.
YLBHI bersama 17 kantor LBH di seluruh Indonesia turut mengajak semua pihak mengawal implementasi peraturan baru tersebut. Dengan begitu, ruang aman dan bebas dari kekerasan seksual bisa tercapai. ”Tidak ada lagi alasan negara untuk abai terhadap kasus ini, begitu pun aparat penegak hukumnya. Tiap kasus wajib diselesaikan dengan metode yang berperspektif adil gender,” tegasnya.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Livia Istania Iskandar turut menyambut hadirnya UU TPKS. Livia menyatakan, UU itu sangat progresif. Dia pun memberi contoh soal restitusi.
Editor : Ilham Safutra
Reporter : lum/mia/tyo/syn/c14/ttg
Credit: Source link