Selalu Toron ke Madura, Menjaga dan Melestarikan Nyalase

Selalu Toron ke Madura, Menjaga dan Melestarikan Nyalase

JawaPos.com– Bagi sebagian besar warga Madura, Jatim, hubungan antara Hari Raya Idul Fitri dan nyalase, seolah kancing dan baju. Bak sekeping mata uang. Satu keping adalah mudik (toron) untuk bersilaturahmi dengan keluarga. Satu kepingnya lagi, berziarah ke makam keluarga atau leluhur. Orang Madura biasa menyebutnya nyalase.

Masyarakat Madura tentu sudah biasa berziarah kubur itu. Sebab, mayoritas mereka berkultur Ahlussunah wal Jamaah an-Nahdliyah atau Nahdlatul Ulama (NU). Tapi, nyalase di momen Idul Fitri, jelas berbeda. Ada suasana spiritual lain yang tidak didapat di lain waktu.

Spirit itu pula yang dirasakan Ahmad Nawardi, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)/MPR RI, kelahiran Pulau Garam Madura ini. Tepatnya dari Kabupaten Sampang. Setiap kali menjelang Lebaran, selama ini dia selalu untuk menyempatkan pulang kampung. Di tengah rutinitasnya sebagai senator di senayan Jakarta. ‘’Alhamdulillah, Idul Fitri selalu pulang ke Madura,’’ ujarnya kepada JawaPos.com, pada Senin (2/5).

Seperti sudah menjadi kewajiban tidak tertulis. Bagi orang Madura, Lebaran dan tradisi nyalase itu. Ibarat pepatah, sejauh-jauhnya burung bangau terbang, akhirnya ke pelimbahan juga. Sejauh-jauhnya warga Madura tinggal di luar daerah, pasti tidak akan melupakan kampung halaman. Terlebih saat Lebaran. Karena itu, dia selalu mengupayakan untuk bisa mudik. Termasuk saat terjadi lonjakan Covid-19 pada 2020 dan 2021 lalu.

Bagi Nawardi, Lebaran adalah momen langka dan terasa istimewa. Sebab, di hari itulah bisa bertemu dengan keluarga. Lengkap. Di luar Lebaran, biasanya anggota keluarga tidak lengkap. Misalnya, ada anak-anaknya yang belajar di pondok pesantren (ponpes). Seperti salah satu putra Nawardi sendiri, ada yang menimba ilmu di Ponpes Lirboyo, Kediri. ‘’Nah, saat Lebaran begini semua komplet,’’ ujar anggota DPRD Jatim dua periode itu.

Ketika sanak keluarga lengkap itulah, semua diajak untuk nyalase. Tradisi turun temurun. Biasanya dilakukan selepas salat Id. ‘’Ziarah ke makam orang tua dan leluhur. Setelah itu, dilanjutkan dengan makan bersama. Tidak ada menu khusus di Madura saat Idul Fitri. Paling nyembelih ayam jago,’’ ucap alumnus Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya itu.


Credit: Source link

Related Articles