JawaPos.com – Ketua Umum Asosiasi Travel Indonesia (Asita) Nunung Rusmiati menyampaikan, wacana kenaikan tarif masuk Candi Borobudur dinilai sama saja ‘melarang’ wisatawan untuk masuk. Pasalnya, direncanakan kenaikan harga tiket terjadi sampai berkali-kali lipat.
“Tiket masuk Borobudur sama dengan harga tiket pesawat, Sama halnya melarang atau membatasi orang untuk masuk di obyek wisata Borobudur,” ungkap dia kepada JawaPos.com, Minggu (5/6).
Dengan pariwisata yang baru saja akan mulai bangkit, Nunung menilai bahwa wacana ini adalah kebijakan yang menghambat. Pasalnya, jika objek wisata mahal, maka itu akan berdampak terhadap paket wisata yang tinggi.
“Kita akan susah bersaing dengan harga paket wisata negara-negara yang ada di Asia tenggara lainnya yang mempunyai karakteristik alam, sejarah dan budaya yang mirip,” tuturnya
“Sekali lagi kebijakan seperti ini seyogyanya mengajak stakeholder pariwisata untuk membahasnya sebelum menjadi sebuah keputusan,” sambung dia.
Namun, jika harga itu diintegrasikan dengan shuttle electric transportation, seperti yang Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Invetasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan sampaikan, yakni dari Borobudur-Malioboro-Prambanan, maka itu harga yang wajar.
“Kalo benar itu shuttle dari Jogja ke Borobudur termasuk tiket masuk, maka itu merupakan nilai yang masih sangat wajar. Artinya Rp 1.400.000 (wisatawan asing, Red) untuk shuttle Jogja-Borobudur, termasuk keraton dan tiket masuk Borobudur merupakan harga yang masih wajar. Rp 750.000 wisarawan domestik juga masih wajar,” ungkapnya.
“Tapi kalau USD 100 itu murni tarif tiket masuk Borobudur untuk wisman (wisatawan mancanegara, Red) dan Rp 750.000 untuk wisdom (wisatawan domestik, Red), maka sudah dipastikan akan mengalami penurunan drastis pengunjung, karena kenaikan yang sangat luar biasa,” tandas dia.
Credit: Source link