TABANAN, BALIPOST.com – Piutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Tabanan membengkak. Jumlahnya sejak 2017 sebesar Rp70 miliar.
Menurut Ketua Komisi I DPRD Tabanan Putu Eka
Nurcahyadi, piutang PBB yang sudah di angka Rp70 miliar diduga diakibatkan sistem yang belum berjalan
dengan baik terkait dengan SPPT. Selain juga
masyarakat masih terlibat piutang, namun tidak
masih menjadi pemilik dari persil tersebut. “Ini
kami sayangkan sekali tidak dievaluasi langsung
dan kami khawatirkan itu akan jadi piutang abadi
nantinya dan bersifat stagnan,” tegasnya, Senin
(18/7).
Ditegaskannya, terkait dengan masalah piutang PBB ini bukan karena masalah masyarakat tidak mau membayar pajak, tetapi karena adanya sistem yang belum berjalan baik. “Perlu ada inovasi untuk bisa menyelesaikan persoalan ini,” sarannya.
Terkait piutang PBB sejak tahun 2017, Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Tabanan sejatinya sudah turun langsung ke desa-desa di tiap kecamatan untuk melakukan kroscek SPPT. “Ternyata setelah dicek ada yang betul belum membayar karena kondisi dan ada juga yang tidak masih menjadi pemiliknya, memang sudah dijual tetapi SPPT-nya masih milik dia. Artinya, dasar tunggakan itu SPPT dan itu bertahun-tahun.
Artinya, ketika ada sistem PTSL, tidak diikuti dengan pergantian SPPT, itu yang membuat tambah parah,” jelasnya.
Terkait kondisi ini, Eka Nurcahyadi pun meminta agar bisa segera bekerja sama dengan desa, perangkat desa untuk mengecek kembali turun memastikan dan harus ada mekanisme kerja sama dengan Bakeuda, BPN dan notaris. Minimal ke depannya penyertifikatan tanah diikuti langsung oleh sistem pergantian SPPT. “Itu yang belum nyambung. Jemput bola itu yang belum terjadi dan terkesan masih berjalan sendiri-sendiri,” pungkasnya. (Puspawati/balipost)
Credit: Source link