“Tekad kita adalah membenahi diri dan menjadi pahlawan devisa. Yang dimaksud pahlawan devisa adalah lebih besar ekspor daripada impor, kita bisa menghasilkan uang atau pemasukan yang positif bagi negara kita,” kata Ketua Umum GAIKINDO Yohannes Nangoi saat konferensi pers GIIAS 2022 di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Menperin: Rasio kepemilikan mobil rendah jadi potensi manufaktur RI
Hal tersebut, ujar Yohannes, penting dilakukan untuk mematahkan berbagai konotasi negatif mengenai industri otomotif. Salah satu konotasi negatif itu adalah bahwa industri otomotif merupakan industri yang sering menghamburkan uang.
“Kita akan mencoba untuk membuat industri otomotif di Indonesia itu menjadi suatu yang positif. Kita bisa mengekspor, jadi bukan hanya menjadi konsumtif. Ekspor ini harus kita genjot,” ujar Yohannes.
Dia melanjutkan, ada beberapa hal yang harus dibenahi untuk menaikkan ekspor di antaranya otomotif di Indonesia harus sudah maju. Pasalnya, menurut dia, jika industri otomotif Indonesia belum maju, maka tidak mungkin ada perusahaan yang mau membuat basis produksi di Indonesia.
Baca juga: Kemenperin dukung pengembangan kendaraan euro 4, topang penurunan GRK
Yohannes menilai, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar terkait kemajuan industri otomotif mengingat negara ini memiliki wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk yang sangat besar.
“Jadi, Indonesia memang sangat cocok. Tapi, kita harus buat industri otomotifnya maju. Biar bisa maju, bisa diberikan direction yang jelas biar orang-orang beli mobil itu beli yang produksi dalam negeri dan ini yang kita jaga dan perbesar terus,” tutur Yohannes.
“Bayangkan kalau Indonesia itu konsumsinya satu tahun itu 2-3 juta kendaraan, itu pasti orang berbondong-bondong lagi investasi di Indonesia. Dengan semakin banyaknya model yang dibuat di Indonesia, maka kesempatan untuk mengekspor itu lebih besar lagi,” lanjutnya.
Yohannes mengatakan, GAIKINDO saat ini telah bekerja sama dan meminta Kementerian Perindustrian untuk melobi principle dari Jepang, Korea, China, hingga Eropa, agar mau melakukan ekspor dari Indonesia.
“Contoh, Australia konsumsi otomotifnya 1,2 juta per tahun. Semua yang ada itu impor. Saya lihat truk di sana banyak. Indonesia penghasil truk yang sangat besar, tapi tidak bisa ekspor ke sana karena principle-nya belum kasih izin. Jadi, kita akan minta kementerian untuk duduk dengan principle supaya dikasih kesempatan untuk bisa ekspor,” pungkasnya.
Baca juga: KBRI Tokyo pertemukan asosiasi industri “otoparts” Indonesia & Jepang
Baca juga: Dubes RI: Jepang mitra utama Indonesia untuk industri otomotif
Baca juga: Kemenperin berupaya perkuat kerja sama otomotif RI-Jepang
Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022
Credit: Source link