Calon Konsumen Properti Didominasi Generasi Milenial
JawaPos.com – Pandemi Covid-19 memang belum sepenuhnya berakhir. Namun, industri properti Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan.
Regional CEO VIII/Jawa 3 Bank Mandiri Tri Nugroho mengatakan, sektor properti masih menjadi instrumen investasi yang diminati masyarakat.
Karena itu, dia yakin industri hunian dan bangunan lain punya ruang tumbuh yang besar. ’’Buktinya bisa dilihat dari hasil survei harga properti residensial (SHPR) Bank Indonesia pada triwulan I 2022. Nyatanya, indeks HPR tumbuh 1,87 persen,’’ paparnya dalam acara Mandiri Jawa Pos Property Week 2022 di Ciputra World Surabaya kemarin (28/7).
Dia mengakui, tren properti terus bergerak. Misalnya, calon konsumen properti didominasi generasi milenial yang merupakan first home buyer. Karena itu, pihaknya juga terus mengembangkan produk kredit pemilikan rumah (KPR) untuk bisa sesuai dengan pasar tersebut.
Dia menjelaskan, pihaknya harus menyiapkan pembiayaan dengan tenor panjang atau jumlah angsuran berjenjang. Dengan begitu, nasabah bisa tertarik pada fasilitas kredit yang ditawarkan. ’’Kami terus berupaya menggandeng pengembang untuk bekerja sama,’’ jelasnya.
Senior Director Ciputra Group Sutoto Yakobus mengatakan, pergeseran properti memang mulai terjadi di Indonesia. Kini banyak pengembang menawarkan rumah dengan luas tanah yang minim. Bahkan, beberapa pengembang menawarkan hunian dengan luas 40 meter persegi. Padahal, 10 tahun lalu rumah dengan luas tanah 90 meter persegi dianggap terlalu sempit.
Fenomena tersebut diakui tak terelakkan. Sebab, harga tanah selalu tumbuh melebihi kenaikan gaji. Hal itu membuat aset tanah semakin tak terjangkau. Alhasil, pengembang harus punya banyak akal untuk menyulap rumah dengan luas minimum terasa lega. ’’Sekarang interior sangat penting. Bagaimana bisa membuat satu ruangan mempunyai dua fungsi atau lebih,’’ jelasnya.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengatakan, generasi milenial punya preferensi tersendiri soal properti. Bahkan, ada yang menganggap bahwa sebagian besar generasi muda lebih senang menghabiskan gaji untuk wisata atau kuliner. Salah satu yang memicu hal tersebut adalah anggapan bahwa rumah sebagai aset hampir mustahil dibeli.
Karena itu, Emil mengajak semua pemangku kepentingan untuk berembuk. Tujuannya, menemukan konsep hunian yang bisa dijangkau seluruh masyarakat. ’’Saya rasa perlu ada gentrifikasi agar masyarakat punya hunian yang lebih terjangkau. Misalnya, bangunan 3–4 lantai di mana lantai bawah untuk komersial, namun bagian atas untuk hunian,’’ paparnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan Surabaya Irvan Wahyudrajad mengungkapkan, pertumbuhan properti pasti terjadi. Namun, segmen yang tumbuh bisa berubah. Dia mencontohkan rumah baru di Surabaya yang minim peminat selama pandemi. Di sisi lain, rumah di wilayah pinggiran Surabaya, misalnya Pandaan (Pasuruan), justru laku keras. Karena itu, dia merasa bahwa pengembang harus tahu pasar yang diincar. Beberapa konsumen memang mementingkan lokasi. Namun, saat ini banyak juga pekerja serta pengusaha digital yang tak seberapa mementingkan lokasi. ’’Yang paling penting, konsep perumahannya bagaimana. Kalau cocok pasti bakal menarik konsumen,’’ ungkapnya.
Anggota Dewan Penasihat CEO Indonesia Chapter Jatim Ferry A. Sangeroki menuturkan, permasalahan Indonesia bukan dari kebutuhan pasar. Melainkan, daya beli konsumen yang cukup rendah. Karena itu, beberapa alternatif bisa dilakukan. Salah satunya, menggenjot konsumen asing untuk properti Indonesia.
Dia mencontohkan, negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia mulai menggaet konsumen asing di industri properti. Konsumen asing itu diberi beberapa kemudahan. ’’Kalau dulu mungkin pasar utamanya adalah pensiunan dari negara Barat. Tapi, sekarang banyak juga digital nomad yang tertarik tinggal di Asia Tenggara sambil bekerja untuk perusahaan di Barat,’’ tegasnya.
Sementara itu, CEO Jawa Pos Media Leak Kustiyo mengatakan, industri properti sangat vital untuk ekonomi Indonesia. Satu industri tersebut bisa menyerap 400 komponen dari industri pendukung. Karena itu, pertumbuhan industri properti menjadi salah satu indikator untuk melihat perkembangan ekonomi negara. ’’Karena itu, kami ingin terus ikut punya andil dalam perkembangan properti. Misalnya, terkait tren desain dan gaya hidup di dalamnya,’’ paparnya.
Credit: Source link