JawaPos.com – Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mendorong pemerintah untuk mengambil kebijakan pembatasan bukan kenaikan harga BBM subsidi, Pertalite dan solar. Menurut Fahmy, hal itu berdasar pada data yang menyebut sekitar 60 persen Pertalite bersubsidi salah sasaran.
“Kalau saya tetap jangan naik. Tapi yang harus dilakukan oleh pemerintah, yaitu fokus pada pembatasan BBM bersubsidi baik itu Pertalite dan solar,” kata Fahmy Radhy saat dihubungi JawaPos.com, Kamis (24/8).
Ia juga menjelaskan bahwa pembatasan BBM ini dilakukan sebagai solusi jangka pendek terkait membengkaknya anggaran subsidi energi yang mencapai Rp 502 triliun. Adapun teknisnya, kata Fahmy, Pertalite hanya diperuntukkan bagi sepeda motor, sementara Solar untuk angkutan umum.
Nantinya di SPBU perlu membuat jalur subsidi khusus motor dan angkutan umum sehingga mobil pribadi harus ke Pertamax. “Jangka pendek ini buat shock therapy dulu bahwa pembatasan untuk Pertalite itu hanya untuk sepeda motor dan angkutan umum. Itu sangat mudah diterapkan,” jelasnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, pembatasan ini juga dilakukan sebagai upaya untuk melokalisasi pengguna Pertalite yang bocor ke yang bukan haknya agar menggunakan Pertamax. Selain itu, kata Fahmy, pembatasan dilakukan sebagai upaya agar pemerintah bisa berupaya memberantas kebocoran solar-solar yang mengalir ke industri.
Menurutnya, upaya ini dapat membuat inflasi tidak menanjak naik dan subsidi bisa terselamatkan. “Kemudian untuk solar, itu juga bisa dibatasi sebagai upaya untuk memberantas solar-solar ke industri yang kebocorannya juga sangat besar,” ungkap Fahmy.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan subsidi energi tahun 2022 yang senilai Rp 502 triliun mayoritas dinikmati oleh orang kaya ketimbang kelompok miskin. Sehingga jika subsidi ditambah lagi sama artinya dengan menyubsidi orang kaya.
“Jadi memang kalau subsidi diberikan melalui barang dan barangnya dikonsumsi orang mampu ya kita menyubsidi orang mampu, meski memang ada juga orang tidak mampu yang merasakan tetapi porsinya kecil. Ini yang perlu dipikirkan,” tutur Menkeu Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Jakarta, Kamis (25/8).
Ia memerinci, dari subsidi solar senilai Rp 143 triliun, sebanyak 89 persen atau Rp 127 triliun dinikmati oleh dunia usaha dan 40 persen orang terkaya di Indonesia. Dengan demikian masyarakat miskin hanya menikmati porsi yang sangat kecil dari subsidi ratusan triliun tersebut.
Itu terlihat dari total volume subsidi solar sebesar 15,1 juta kiloliter, kelompok miskin hanya menikmati kurang dari 1 juta kiloliter. Kondisi yang sama juga tecermin dari subsidi Pertalite senilai Rp 93 triliun.
Sri Mulyani mengungkapkan sebanyak 86 persen atau Rp 80 triliun dinikmati 30 persen rumah tangga terkaya di Tanah Air.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : R. Nurul Fitriana Putri
Credit: Source link