JawaPos.com – Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo atau anak buah Sri Mulyani mempersoalkan perbedaan data kenaikan lifting minyak dan gas (Migas) di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Yustinus menyebut lifting migas di Meranti justru menurun sekitar 1 juta barel.
Sebelumnya, Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil dalam Rapat Koordinasi Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah di Pekanbaru mengatakan bahwa lifting di wilayahnya meningkat. Adil menyebut, tambang minyak di Meranti ada 13 sumur yang di bor per tahun ini dan akan bertambah menjadi 19 sumur pada 2023 serta ditargetkan menambang 9.000 barel per hari.
Terkait perbedaan data itu, Stafsus Sri Mulyani, Yustinus Prastowo mengajak Adil duduk bersama untuk menyamakan data. Bahkan ia juga mempersilakan Bupati Meranti untuk melakukan crosscheck data dengan pihak Kementerian ESDM.
“Mungkin perlu duduk bersama soal data yang diperoleh Pak Bupati itu dari mana? Lalu silakan kalau mau di-crosscheck dengan data Kementerian ESDM,” kata Yustinus Prastowo saat ditemui disela Raker dengan Komisi XI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, pada Senin (12/12).
Ia menjelaskan, berdasarkan data yang mengacu pada Kementerian ESDM dan SKK Migas pada tahun 2022 dan 2023 terjadi penurunan lifting di Kepulauan Meranti. “Kalau sebelumnya itu di atas 2 juta barel lalu (sekarang menurun) menjadi sekitar 1,9 juta barel,” jelasnya.
Sementara itu, soal keluhan Bupati Meranti yang menilai dana bagi hasil (DBH) migas yang menurun, pihaknya memastikan bahwa hal tersebut imbas dari lifting yang menurun. Sementara soal asumsi DBH yang digunakan, Yustinus mempertegas sebesar USD 100 per barel, bukan USD 60 per barel seperti yang disebut Bupati Meranti.
“Intinya basisnya tetap USD 100 per barel untuk konversi tiap barelnya, tetapi yang berbeda itu jumlah lifting-nya dan kita pakai angka dari Kementerian ESDM yang merupakan data resmi termasuk itu juga data dari SKK Migas,” tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Muhammad Adil mengungkapkan kegusarannya terkait kejelasan perhitungan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH). Ia menilai asumsi minyak mentah masih berbeda-beda. Kemenkeu menyebut USD 80 per barel, sementara Presiden Joko Widodo menyebut USD 100 per barel.
Terkait itu, dirinya meminta kejelasan terhadap pemerintah terutama dalam hal ini Kementerian Keuangan. Namun, ia mengeluh sulit untuk bisa melakukan audiensi dengan Kemenkeu.
“Ini untuk Pak Dirjen ketahui, berulang kali saya sampai tiga kali menyurati ibu menteri (Menkeu Sri Mulyani) untuk audiensi. Tapi alasannya Menteri Keuangan mintanya online, online, online. Kalau dituntut untuk pendapatan bertambah, untuk kami sudah bertambah cukup besar. Kami ngadu ke Kemendagri kok bisa offline,” kata Bupati Meranti dalam Rakornas Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah, dikutip JawaPos.com, Minggu (11/12).
Adil mengatakan, pihaknya perlu kejelasan terkait penyusunan APBD 2023 menggunakan asumsi yang mana. “Saya tahun 2022 dapat DBH Rp 114 miliar, waktu itu itungannya USD 60, perencanaan APBDnya. Di tahun 2023 pembahasan APBD kami dapat mengikuti nota pidato Pak Presiden 16 Agustus 1 barel USD 100, dan kemarin waktu zoom dengan Kemenkeu tidak bisa menyampaikan dengan terang, didesak-desak barulah menyampaikan dengan terang bahwa USD 100 per barel,” kata Adil.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : R. Nurul Fitriana Putri
Credit: Source link