JawaPos.com – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir melakukan terobosan dalam mendukung program bersih-bersih BUMN. Salah satunya dengan mempersiapkan aturan blacklist atau daftar hitam bagi direksi dan komisaris BUMN yang bermasalah.
Langkah Erick Thohir itu untuk memastikan agar para petinggi BUMN tidak mempermainkan amanah yang telah diberikan untuk hal yang menguntungkan diri sendiri.
Langkah Erick itu pun mendapat respons positif dari Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. Menurutnya kebijakan Erick Thohir tersebut sebagai upaya memperbaiki BUMN dari oknum petinggi yang bermain nakal serta dapat memberikan pengawasan kepada masyarakat.
“Semua langkah untuk perbaikan, saya kira semuanya baik bagus asalkan terukur. Terukur itu apa umpamanya, bisa dilihat orang, bisa dikontrol orang, bisa diawasi orang, jadi yang tidak jelimet. Ini arahnya ke sini, orang bisa baca (blacklist) itu artinya membuka akses kepada pengawasan juga pada masyarakat,” ujar Fickar, Senin (26/12/2022).
Rencana peraturan daftar hitam direksi dan komisaris itu, menurut Fickar, cukup rasional sebab dapat diawasi langsung oleh masyarakat.
“Jangan kebijakan atau langkah-langkah sulit dikontrol juga, sulit diawasi masyarakat. Jadi semua langkah untuk perbaikan di BUMN itu baik tapi tolak ukurnya itu tadi asal rasional maksudnya masuk akal bisa diawasi dan tidak menghambur-hamburkan uang,” ucapnya.
Lanjut Fickar, meskipun kebijakan tersebut tidak menjamin secara 100 persen BUMN akan terhindar dari korupsi setidaknya lewat peraturan tersebut sudah berupaya melakukan pencegahan korupsi.
Untuk itu, selain mengeluarkan daftar hitam oknum BUMN, Fickar mendorong agar dilakukan digitalisasi.
“Pencegahannya mestinya ini kan membantu nih walaupun tidak menjamin 100%, tidak ada korupsi digitalisasi itu loh semuanya pakai E itu kan membantu sebenarnya lebih cepat pelayanan. Tidak lagi lewat manusia tapi juga harus tetap bisa diawasi sistemnya,” ucapnya.
“Sehingga tidak terjadi kebocoran. Paling tidak meminimalisir dengan digitalisasi itu, orang tidak lagi berhubungan orang dengan orang sehingga itu bisa memperkecil terjadinya korupsi,” sambung Fickar.
Menurutnya, baik peraturan ataupun sistem yang canggih, tetap memiliki potensi celah bagi yang berniat melakukan tindakan kecurangan. Oleh karenanya Fickar menyebut transparansi dan pengawasan menjadi hal yang penting untuk ditekankan.
“Walaupun tadi itu saya bilang tidak menjamin 100% tetap aja orang itu banyak akalnya, dia bisa kreasi di luar. Jadi menurut saya oke kita dukung digitalisasi tetapi itu tadi sistem apa pun yang digunakan tetap harus bisa diawasi oleh masyarakat,” tukas Fickar.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menjelaskan, rencana tersebut merespon fenomena yang sering terjadi pada para petinggi perusahaan BUMN yang kerap melakukan penyelewengan dan hanya menguntungkan kepentingan pribadi.
Sehingga, dengan adanya aturan blacklist tersebut, tidak ada celah bagi para direksi yang tersandung kasus korupsi dapat kembali memimpin perusahaan negara.
“Jangan nanti, kan kadang-kadang direksi dihentikan, nanti ganti perubahan di pemerintah atau kementerian, bisa masuk lagi,” ungkapnya.
Lanjut Arya, dengan adanya aturan blacklist yang berisi daftar hitam oknum yang tidak bertanggung jawab, juga bisa menjadi alasan Menteri dapat langsung memberhentikan para direksi yang bermasalah.
Nantinya, aturan tersebut akan masuk dalam penyederhanaan 45 peraturan menteri yang dicanangkan oleh Menteri Erick Thohir.
“Dengan blacklist, dia nggak bisa masuk lagi jadi direksi kapan pun, selama ini kan didiamkan,” tukas Arya.
Credit: Source link