JawaPos.com – Harga BBM nonsubsidi kembali mengalami penyesuaian. PT Pertamina (Persero) memberlakukan perubahan harga tersebut mulai kemarin (3/1) siang.
Untuk produk jenis gasolin (bensin), pertamax (RON 92) disesuaikan menjadi Rp 12.800 per liter dari sebelumnya Rp 13.900. Pertamax turbo (RON 98) kembali disesuaikan menjadi Rp 14.050 per liter.
Turun dari harga sebelumnya Rp 15.200 sejak penyesuaian harga terakhir pada 1 Desember 2022.
Selanjutnya, untuk produk jenis gasoil (diesel), yakni dexlite (CN 51), disesuaikan menjadi Rp 16.150 per liter. Turun dari sebelumnya Rp 18.300. Sedangkan pertamina dex (CN 53) mengalami penyesuaian menjadi Rp 16.750 per liter dari sebelumnya Rp 18.800. Harga baru tersebut berlaku untuk provinsi dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) sebesar 5 persen seperti di wilayah DKI Jakarta.
Sementara itu, harga pertalite dan solar tetap. Masing-masing di harga Rp 10.000 per liter dan Rp 6.800 per liter. ”Berbeda dengan BBM nonsubsidi yang mengikuti tren harga pasar dan harga minyak mentah dunia. Untuk pertalite dan solar subsidi, pemerintah tetap berkomitmen memberikan subsidi sehingga harganya tidak berubah,” ujar Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.
Meski demikian, Erick menyebutkan, harga pertalite dan solar subsidi sejatinya masih berada di bawah harga keekonomian. Pemberian subsidi itu, menurut dia, menjadi bukti keberpihakan pemerintah dalam membantu masyarakat menatap tahun baru yang sarat akan tantangan ekonomi.
Erick mengatakan, pengumuman harga jual terbaru BBM Pertamina memang sedikit lebih lambat dibandingkan badan usaha lain. Bagi Erick, itu hal yang wajar. Mengingat Pertamina sebagai BUMN mempertimbangkan berbagai aspek agar tetap dapat menjamin keberlangsungan penyediaan dan penyaluran BBM. ”Pertamina ini jangkauannya begitu luas karena harus menyalurkan BBM ke seluruh penjuru tanah air, termasuk BBM yang disubsidi seperti pertalite dan solar subsidi. Kita ingin memastikan agar pasokan dan distribusi tetap berjalan dengan lancar,” beber Erick.
Menurut dia, saat ini yang terpenting adalah memastikan BBM subsidi benar-benar tepat sasaran. Pihaknya juga terus mengawal kerja sama Pertamina dengan PT Telkom Indonesia dalam memperbaiki dan mengembangkan digitalisasi SPBU. Dengan transaksi pembelian BBM yang dapat dipantau melalui command center, bisa memastikan penyaluran kuota dan subsidi BBM lebih tepat sasaran.
Tak hanya itu, Erick juga bakal meningkatkan kerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM melalui program Solar untuk Koperasi (Solusi) Nelayan. ”Pertamina tentu tidak bisa sendirian. Seperti saya sering katakan, BUMN tidak boleh jadi menara gading. Kami dan Kementerian Koperasi dan UKM akan terus memastikan kemudahan para nelayan dalam mendapatkan BBM bersubsidi,” urai Erick.
Pertamina juga menegaskan akan tetap menjaga harga pertalite dan solar agar tidak melonjak signifikan. Tujuannya, menjaga daya beli masyarakat. Terlebih, saat harga minyak dunia naik, para kompetitor menjual dengan harga pasar. ”Banyak kompetitor yang menjual dua kali lipat dari harga kami,” ujar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai bahwa belum turunnya harga BBM subsidi ditengarai lantaran harga keekonomiannya yang juga dipengaruhi indikator-indikator lain. Tidak hanya oleh pergerakan harga minyak dunia. ”Di atas kertas, skenario penurunan harga BBM subsidi dapat terjadi apabila pemerintah memiliki ketersediaan anggaran subsidi energi yang besar. Kondisi sebaliknya, ketika anggaran subsidi yang dimiliki pemerintah terbatas, akan sangat sulit bagi masyarakat merasakan penurunan harga BBM subsidi,” ulasnya.
Tauhid berharap pemerintah tidak menaikkan lagi harga BBM subsidi pada 2023. Sebab, hal itu akan memengaruhi daya beli masyarakat yang tengah berupaya bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi.
Editor : Ilham Safutra
Reporter : dee/agf/c7/fal
Credit: Source link