Setelah merilis global album dan sejumlah lagu berbahasa Inggris pada 2021, Afgansyah Reza kembali ke akarnya. Yakni, lagu-lagu pop berbahasa Indonesia. Pada 26 Agustus lalu, Afgan merilis EP (extended play) terbarunya, +62. Berisi tiga lagu, EP tersebut merupakan surat cinta Afgan untuk musisi dan lagu yang berperan besar dalam kariernya.
—
DI MEDIA sosial dan keseharian, Afgan mengaku bahwa banyak orang yang rindu pada lagu-lagu pop Indonesia yang dibawakannya. Para Afganisme, penggemar Afgan, juga sangat menantikan lagu berbahasa Indonesia dan bertanya kapan Afgan akan merilis lagu pop baru. Terlebih, di album Wallflower (2021), Afgan membawakan genre yang baru baginya. Jawa Pos berkesempatan ngobrol dengan Afgan di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (7/9) lalu.
Jawa Pos (JP): Lagu Lestari Merdu di EP +62 berkonsep lagu pop Indonesia tahun ’60 –’70-an. Mengapa Afgan merilis karya yang demikian?
Afgansyah Reza (AR): Gue memang pencinta karya Guruh Soekarno Putra dan Chrisye, yang merupakan nama besar di musik Indonesia era segitu. Kebetulan gue juga kangen rilis lagu bahasa Indonesia. Makanya pas mau rilis EP ini, gue langsung bilang ke produser, Laleilmannino, buat bikin lagu yang mirip karya Mas Guruh dan almarhum Chrisye.
JP: Sebelumnya, Afgan pernah membawakan rearansemen lagu dari dua musisi yang Afgan sebut. Ada Panah Asmara milik Chrisye sama Lenggang Puspita karya Guruh Soekarno Putra. Apakah dua karya itu yang membuat Afgan semakin ingin merilis lagu dengan style seperti Lestari Merdu?
AR: Iya. Kebetulan gue di rumah koleksi piringan hitam lagu-lagu Indonesia lama. Sejak rilis Panah Asmara sama Lenggang Puspita, gue jadi pengin punya lagu orisinal yang merupakan tribute gue untuk musik Indonesia era lama. Dan, ternyata lagu-lagu dengan style retro banyak yang suka.
JP: Bisa tolong dijelaskan proses kreatif dari Lestari Merdu?
AR: Influence-nya pasti dari musik Mas Guruh dan Chrisye. Misalnya, lagu Mas Guruh yang Untukmu Indonesiaku dan lagu Chrisye yang Serasa. Pokoknya, gue mau ada perkusi dan brass yang bisa bikin orang joget. Lirik dibikin ala lirik lagu Indonesia retro, gue juga rekaman bikin suara dobel biar kayak almarhum Chrisye. Oh iya, gue referensiin Copacabana ke Laleilmannino.
JP: Ini kali pertama Afgan berkolaborasi dengan Laleilmanino. Mengapa memilih trio produser itu?
AR: Mereka sebelumnya sempat bikin lagu orisinal buat Diskoria dan sesuai dengan jenis musik retro yang gue inginkan. Mereka bisa bikin lagu retro yang asyik.
JP: Klip video Lestari Merdu juga menarik ya. Retro banget.
AR: Itu gue syuting klip video kayak lagi nyanyi di studio TVRI lawas. Ada special appearance Mas Guruh juga. Baju sama koreografi gue harus seperti penyanyi di era tersebut.
JP: Selain Lestari Merdu yang asyik buat joget, ada Pendam dan Pulih yang mellow. Afgan kembali ke akarnya yang lekat dengan pop balada ya?
AR: Betul. Gue pun kangen dengan lagu-lagu pop Indonesia yang membesarkan nama gue. Gue juga kangen dengerin lagu-lagu kayak lagunya Rio Febrian, Marcell, sama almarhum Glenn Fredly. Di Pendam sama Pulih gue turun tangan ikut nulis.
JP: Pendam dan Pulih katanya lahir dari pengalaman dan perasaan Afgan sendiri, ya?
AR: Bener. Karena pas 2021 gue rilis banyak lagu bahasa Inggris. Gue merasa resah karena mau rilis lagu bahasa Indonesia lagi. Akhirnya, keresahan gue itu gue tuangkan dalam bentuk lagu dari pengalaman pribadi gue baru-baru ini, hehehe.
JP: Mengapa hanya memasukkan tiga lagu di EP ini?
AR: Sebenarnya, ada beberapa lagu yang sudah dibikin. Tapi, akhirnya yang terpilih cuma tiga ini. Lestari Merdu itu ceritanya lagi merayu orang yang disukai. Pendam soal kesadaran bahwa sebuah hubungan nggak bisa lanjut, terus Pulih soal pulih dari rasa trauma. Gue yakin setiap orang pernah merasakannya.
JP: Setelah mencoba rilis lagu dengan genre yang berbeda pada 2021, kembali ke akar musik Afgan pada 2022, selanjutnya Afgan ingin mencoba apa?
AR: Gue ingin jadi musisi yang selalu evolve. Gue juga termasuk orang yang eklektik (memadukan berbagai gaya dan unsur, Red) dalam berkarya. Gue juga sadar bahwa gue sekarang lebih ke visual artist, yang lagu-lagunya ingin bisa divisualisasikan dengan baik.
JP: Desember Afgan bakal mengadakan konser Evolution di Kuala Lumpur, Malaysia. Bagaimana progres persiapannya sejauh ini?
AR: Alhamdulillah, tiket hampir sold out. Saat ini tim lagi matengin konsep visual. Pokoknya di konser nanti, kelihatan benang merah evolusi gue sebagai musisi dari awal sampai sekarang. Makanya namanya Evolution.
JP: Mengapa enggak mengadakan konser di Indonesia dulu? Atau mungkin setelah ini?
AR: Tawarannya datang lebih dulu di Malaysia, hahaha. Cuma, gue bakal mengadakan konser di Singapura dan juga di Indonesia kok. (*)
Credit: Source link