JawaPos.com – Dalam perdagangan akhir pekan ini, rupiah ditutup menguat 47 poin walaupun sebelumnya sempat menguat 56 point di level Rp 14.565 dari penutupan sebelumnya di level Rp 14.610. Adapun, prediksi pasar pekan depan akan dibuka menguat.
“Sedangkan untuk perdagangan Senin (30/5) minggu depan, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 14.540-Rp 14.590,” ujar Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi, Jumat (27/5).
Sentimen pergerakan rupiah dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Ia menuturkan, mata uang AS jatuh ke level terendah satu bulan terakhir dengan investor menurunkan ekspektasi kenaikan suku bunga Federal Reserve (The Fed) dan tanda-tanda bahwa bank sentral dapat memperlambat atau bahkan menghentikan siklus pengetatan pada paruh kedua tahun 2022.
Risalah dari pertemuan terbaru The Fed, yang dirilis awal pekan ini, menunjukkan bahwa sebagian besar peserta percaya kenaikan 50 basis poin akan sesuai pada pertemuan kebijakan Juni dan Juli 2022. Namun, banyak pembuat kebijakan berpikir, kenaikan suku bunga awal akan memberi ruang untuk jeda nanti pada tahun 2022 untuk menilai dampak dari pengetatan kebijakan tersebut.
Imbal hasil Treasury AS lemah, dengan benchmark 10-tahun mencapai level terendah baru enam minggu. Kekhawatiran inflasi terus mereda, bahkan ketika data dan pengumuman perusahaan menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.
Di Asia Pasifik, data yang dirilis pada hari sebelumnya menunjukkan bahwa indeks harga konsumen (CPI) inti Tokyo tumbuh 1,9 persen tahun-ke-tahun pada Mei 2022, CPI Tokyo tumbuh 2,4 persen tahun-ke-tahun, dan CPI Tokyo Ex Indeks Pangan dan Energi tumbuh 0,1 persen bulan ke bulan.
Dari sisi dalam negeri, pasar terus memantau tentang penerimaan pajak hingga 26 Mei 2022 tercatat senilai Rp 679,99 triliun atau telah mencapai lebih dari separuh target penerimaan pajak tahun ini, yakni Rp 1.265 triliun. Dalam empat bulan pertama tren penerimaan pajak tercatat konsisten.
Bahkan, pada April 2022, penerimaan pajak melonjak menjadi Rp 245,2 triliun, sementara sebelumnya penerimaan per bulan di kisaran Rp 90 – 120 triliun.
Hingga Kamis (26/5), penerimaan pajak sepanjang bulan ini tercatat telah mencapai Rp 112,39 triliun atau sejalan dengan tren kuartal pertama. Hal tersebut membuat penerimaan pajak hingga saat ini telah mencakup 53,04 persen dari target 2022.
Sedangkan, penerimaan pajak penghasilan (PPh) non migas hingga kemarin tercatat mencapai Rp 416,48 triliun, sedangkan PPh migas mencapai Rp 36,03 triliun. Perolehan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mencapai Rp 224,27 triliun, lalu pajak bumi dan bangunan (PBB) serta pajak lainnya Rp 3,21 triliun.
Meningkatnya penerimaan pajak ini, disebabkan oleh membaiknya kondisi perekonomian sehingga dapat menopang penerimaan pajak yang lebih tinggi pada tahun ini. Hal tersebut dapat mendukung langkah konsolidasi fiskal, di mana 2022 menjadi tahun terakhir APBN untuk mencatatkan defisit di atas 3 persen.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa tingginya harga komoditas sangat memengaruhi perolehan pajak pada awal 2022. Faktor itu semakin memperbesar efek dari naiknya permintaan di dalam negeri.
“Penerimaan pajak naik sebagian karena [faktor tingginya harga] komoditas, sebagian karena pemulihan ekonomi, pertumbuhan ekonomi ekspansif dan permintaan dalam negeri terus membaik,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (23/5) lalu.
Credit: Source link