JawaPos.com – Peran pendamping sudah tidak diragukan lagi dalam membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Susilayanti adalah satu dari 236 pendamping permodalan yang disalurkan Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Warga Kawasan Mandeh, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan ini sadar betul akan kekayaan sumber daya daerahnya.
Masuk dalam daerah administratif Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Pesisir Selatan memiliki garis pantai sekitar 200 Kilometer. Sebagian besar masyarakatnya adalah pelaku usaha kelautan dan perikanan. Belum lagi potensi perikanan darat yang menjadi primadona untuk dibudidayakan, seperti nila dan lele.
Menyandang gelar Sarjana Hukum dari Universitas Andalas, wanita 43 tahun ini lebih memilih terjun di dunia perikanan. Karier yang dititinya sejak 2004 di BPR Koto XI Tarusan, rela ia lepaskan. Tepatnya sejak 2016, ia bergabung dalam Manajemen Usaha Penyuluh Perikanan Bantu KKP.
Alih profesi ke dunia perikanan dan kelautan bukanlah hal sulit. Sebab suami Susilayanti yang berpendidikan S2 Perikanan, sudah sejak lama berprofesi sebagai penyuluh.
Sejak menjadi ujung tombak LPMUKP, hingga saat ini, ibu satu putra dan dua putri ini telah mendampingi 95 pemanfaat dengan miliaran dana pinjaman modal. Tidak ada catatan merah dari para pemanfaat yang didampinginya. Yang ada hanya cerita pelaku usaha merasa sangat terbantu dengan sistem pendampingan yang ia lakoni.
“Para pelaku usaha tidak langsung dilepas seperti anak ayam yang kehilangan induk. Setelah pencairan masuk ke rekening, mereka akan dibina dan didampingi hingga dinyatakan lunas. Tentu dengan pendampingan ini juga memastikan penggunaan dana bisa tepat, dengan begitu pengembalian pun lancar,” kisahnya.
Kepiawaiannya dalam menyampaikan keunggulan program pendanaan dari LPMUKP membuahkan hasil. Banyak pelaku usaha memilih LPMUKP karena bunganya yang rendah.
Banyak pengalaman yang didapatnya selama menjadi pendamping. Pernah ada anak muda yang sempat putus asa lantaran mengalami kesulitan modal untuk mengembangkan usaha budidaya lele sistem bioflok. Sampai akhirnya anak muda tersebut bertemu LPMUKP melalui tangan Susilayanti. Usahanya kini berkembang.
“Saya tidak hanya bekerja, tapi juga beribadah menolong masyarakat di sini. Banyak yang berterimakasih kepada LPMUKP melalui saya, karena mereka merasa sangat terbantu dan tidak memberatkan,” akunya.
Meski akrab dengan para pemanfaat, Susilayanti tegas menghindari kolusi. Menurutnya, kolusi dalam penyaluran pembiayaan merupakan pangkal kemacetan. Pendamping jadi susah menagih.
“Dalam istilah Minang itu tagigik lidah, dimana bila sudah menerima suatu imbalan dari orang yang kita bantu, maka kita akan sungkan untuk menagih mereka,” pesannya.
Editor : Mohamad Nur Asikin
Reporter : ARM
Credit: Source link