JawaPos.com – Saat melihat berbagai koleksi tas, kaum hawa umumnya begitu bersemangat untuk memilikinya. Berbagai model terbaru hingga branded mewah dan mahal, tetap dibeli karena memang bagian dari gaya hidup dan hobi. Sebagian besar tas dibuat dari kulit hewan seperti kulit sapi dan buaya.
Bagaimana hukumnya dari sisi syariat Islam atau agama Islam? Bolehkah kita memakai tas dari kulit hewan?
Kepada JawaPos.com, Corporate Secretary Manager of Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau yang disebut LPPOM MUI Raafqi Ranasasmita, menjelaskan sejak 2019, pemerintah mulai memberlakukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Barang gunaan termasuk ke dalam produk yang wajib disertifikasi halal menurut undang-undang termasuk. Dalam hal ini, tas termasuk dalam kelompok barang gunaan yang dimaksud.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 56 Tahun 2014 tentang Penyamakan Kulit Hewan dan Pemanfaatannya menyebutkan bahwa kulit bangkai hewan, baik hewan yang ma’kul al-lahm (dagingnya boleh dimakan) maupun yang ghair ma’kul al-lahm (dagingnya tidak boleh dimakan) adalah najis. Akan tetapi dapat menjadi suci setelah disamak, kecuali anjing, babi, dan yang terlahir dari kedua atau salah satunya.
“Memanfaatkan kulit bangkai hewan yang telah disamak tersebut untuk barang gunaan hukumnya mubah (boleh),” tegasnya baru-baru ini.
Dari fatwa tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk kulit binatang sapi atau buaya dapat digunakan untuk membuat barang gunaan. Maka kaum hawa boleh-boleh saja mengoleksi tas lebih banyak lagi sekalipun dari kulit hewan.
“Seperti tas, dompet, sepatu, jaket, dan sebagainya, dapat digunakan setelah melalui proses penyamakan,” tegasnya.
Editor : Kuswandi
Reporter : Marieska Harya Virdhani
Credit: Source link