JawaPos.com – Bayang-bayang resesi membuat publik bertanya dampaknya pada kehidupan sehari-hari. Menurut ekonom Indef Bhima Yudhistira, resesi berdampak pada seretnya pendapatan masyarakat di seluruh sektor dan merata di semua daerah. ”Berlanjut pada peningkatan pengangguran,” ujarnya.
Resesi lebih berbahaya daripada krisis karena dampaknya bisa dirasakan masyarakat bertahun-tahun. Meski begitu, Bhima yakin potensi kerusuhan sosial sangat kecil. Ancaman rush money di perbankan juga kecil. Tabungan masyarakat justru bertambah akibat minimnya konsumsi. Dana masyarakat di perbankan per Mei 2020 justru meningkat 7,98 persen. ”Itu menunjukkan bahwa masyarakat masih percaya dengan sistem perbankan nasional,” jelasnya.
Baca juga: Ekonomi Mulai Membaik, Neraca Dagang Catat Surplus
Tekanan berat terasa pada sisi indikator ekonomi makro. Sisi ekspor-impor diyakini tetap rendah karena kondisi ekonomi di negara tujuan ekspor terhambat lockdown. ”Berpengaruh pada minimnya permintaan,” tutur Bhima.
Akibat ekonomi melemah, daya beli pun turun. Karena permintaan pasar ekspor maupun domestik minim, harga komoditas pun stagnan. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi diyakini negatif hingga akhir tahun atau berlanjut hingga 2021. ”Meski pandemi berakhir, daya beli belum bisa cepat pulih.”
Untuk memotong lingkaran, Rektor Universitas Paramadina Firmanzah meminta pemerintah segera merealisasikan insentif dan stimulus. Belanja pemerintah harus dipercepat, terutama yang mendorong konsumsi dan menambah jumlah uang yang beredar. ”Kalau belanja naik, permintaan naik, produksi meningkat. Ekonomi akhirnya bergerak,” paparnya.
Baca juga: Potensi Tumbuh Negatif, Indonesia Dibayangi Ancaman Resesi
Mantan dekan FEUI itu memprediksi tekanan ekonomi 2021 tidak sebesar tahun ini. Terutama bila vaksin ditemukan dan didistribusikan.
Saksikan video menarik berikut ini:
Credit: Source link