JawaPos.com – Pemerintah telah menyelesaikan 51 peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Hal ini sesuai ketentuan Pasal 185 UU Cipta Kerja yang mengamanatkan penetapan peraturan pelaksanaan paling lama 3 (tiga) bulan sejak UU Cipta Kerja mulai berlaku pada 2 November 2020.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, UU tersebut mencakup pengaturan yang berkaitan dengan perizinan dan kegiatan usaha sektor. Undang-undang ini merupakan upaya reformasi dan deregulasi yang menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi informasi.
Penerapan perizinan berusaha berbasis risiko mengubah pendekatan kegiatan berusaha dari berbasis izin ke berbasis risiko atau Risk Based Approach/RBA. Rinciannya diantaranya, cakupan kegiatan berusaha mengacu ke Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Tahun 2020.
Hasil RBA atas 18 sektor kegiatan usaha (1.531 KBLI) sebanyak 2.280 tingkat risiko, yaitu Risiko Rendah (RR) sebanyak 707 atau 31 persen, dan Risiko Menengah Rendah (RMR) sebanyak 458 atau 20,09 persen, Risiko Menengah Tinggi (RMT) sebanyak 670 atau 29,39 persen, dan Risiko Tinggi (RT) sebanyak 445 atau 19,5 persen.
Berdasarkan hasil RBA tersebut, maka pelaksanaan penerapan perizinan berusaha berdasarkan dimana RR hanya Nomor Induk Berusaha (NIB), RMR dengan NIB + Sertifikat Standar (Pernyataan), RMT dengan NIB + Sertifikat Standar (Verifikasi), dan RT dengan NIB + Izin (Verifikasi). Implementasi di sistem melalui Online Single Submission (OSS) yakni untuk RR & RMR akan dapat selesai di OSS dan dilakukan pembinaan serta pengawasan.
Sedangkan untuk RMT dan RT dilakukan penyelesaian NIB di OSS serta dilakukan verifikasi syarat atau standar oleh kementerian/lembaga/daerah dan dilaksanakan pengawasan terhadapnya. “Maka 51 persen kegiatan usaha cukup diselesaikan melalui OSS, termasuk di dalamnya adalah kegiatan UMK,” ucapnya dalam keterangannya, Senin (22/2).
Editor : Estu Suryowati
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link