indopos.co.id – Pandemi COVID-19 tak kunjung beres. Penyebaran virus ini semakin besar. Di ibu kota, Kamis (27/8/2020), jumlah positif COVID-19 bertambah 820 orang. Penambahan dengan jumlah besar ini berpetapatan dengan hari terakhir Perpanjangan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Beragam upaya dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk menekan penyebaran virus tersebut. Hanya saja, kepedulian masyarakat akan virus sepertinya semakin menurun.
Depresi dan tekanan kondisi ekonomi menjadi pemicu masyarakat enggan untuk mengikuti aturan.
Apalagi kondisi ekonomi semakin sulit. ”Survei di Indonesia mendapati bahwa proporsi orang dengan gejala depresi pada masa pandemi COVID-19 mencapai 35 persen,” ujar dr. Gina Anindyajati, SpK Tim Sinergi Mahadata Tanggap COVID-19 UI kepada INDOPOS, Kamis (27/8/2020).
Gina mengemukakan, angka depresi ini lebih tinggi 5-6 kali dibandingkan dengan angka kejadian depresi di masyarakat umum (Riset Kesehatan Dasar tahun 2018) dan lebih besar 2-3 kali dibandingkan dengan angka kejadian depresi pada kejadian bencana non-pandemi lainnya. ”Sejauh ini pandemic covid-19 berdampak pada kesehatan fisik dan mental, sekarang maupun di masa yang akan datang,” ungkap dia.
Dirinya cersama sejumlah akademisi Universitas Indonesia (UI) yang tergabung dalam Tim Sinergi Mahadata Tanggap COVID-19 UI di bawah koordinasi Direktorat Inovasi dan Science Techno Park (DISTP) UI dan Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI) Fakultas Kedokteran UI. ”Kondisi ini tidak hanya sekarang tetapi juga kedepannya akan sama,” kata dia.
Sementara itu, Dr. dr Hervita Diatri, SpKJ(K), Spesialis Kedokteran Jiwa atau Psikiatri menambahkan, setidaknya ada beberapa masalah kesehatan mental yang berhasil diidentifikasi di tengah kondisi pandemi COVID-19.
Masalah tersebut merupakan masalah baru maupun lanjutan masalah yang semakin berat.
”Pertama, tingginya proporsi depresi, kecemasan, dan distres di masyarakat, termasuk pada kelompok petugas di layanan kesehatan. Kedua, banyaknya orang dalam usia produktif yang mengalami masalah kesehatan mental di masa pandemi COVID-19 ditambah dengan kelompok rentan lainnya (perempuan, anak dan remaja, serta orang lanjut usia),” katanya.
Selanjutnya, semakin terbatasnya jangkauan pelayanan kesehatan mental di masyarakat. ”Terputusnya layanan kesehatan bagi orang dengan gangguan jiwa juga meningkatkan risiko kekambuhan,” kata dia.
Secara tidak langsung, kondisi depresi berlebihan di era new normal akan mempengaruhi produktivitas seseorang. “Derajat kesehatan mental adalah kunci produktivitas masyarakat dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya. Mereka yang terpapar infeksi COVID-19 dan keluarganya, petugas kesehatan, dan masyarakat umum dapat mengalami masalah kesehatan jiwa yang berujung pada rendahnya kinerja dan produktivitas,” tukas Hervita. (ash)
Credit: Source link