AMLAPURA, BALIPOST.com – Semenjak arak dilegalkan, banyak sekali petani maupun pengusaha yang memproduksi arak berbahan fermentasi gula. Hal itu, membuat petani arak berbahan tuak yang sudah lama menekuni kerajinan ini mengeluh.
Sebab, tuak yang dihasilkan menjadi tak laku akibat banyak pengusaha yang membuat arak fermentasi berbahan gula tersebut. Petani arak berbahan tuak di Desa Telagatawang, mengungkapkan, di satu sisi pihaknya sangat mengapresiasi terkait langkah pemerintah melegalnya arak Bali.
Tapi, disi lain menjadi sebuah dilema. Pasalnya, dengan legalnya arak, semakin banyak petani maupun para pengusaha yang memproduksi arak fermentasi gula.
Kondisi itu, membuat petani arak berbahan tuak mengalami penurunan penjualan karena kalah saing dengan arak fermentasi gula. “Di tengah-tengah wabah COVID-19 banyak pesaing yang menjual arak fermentasi gula. Sehingga membuat petani arak berbahan tuak menjadi banyak yang mengeluh. Semenjak adanya wacana arak dilegalkan, bukannya memberi dampak positif bagi petani arak di Desa Telagatawang khususnya di Desa Adat Kebung justru sebaliknya,” ucapnya.
Sumerta, menambahkan, sejak arak dilegalkan hasil penjualannya justru merosot, hampir tidak laku. Sedangkan pengusaha berbondong-bondong memproduksi arak fermentasi gula.
Keluhan sama juga dilontarkan I Komang Padma. Padma, menjelaskan, dirinya sebagai pengepul atau pemasok arak merasa kebingungan termasuk petani arak yang lainnya untuk menjual hasil produksi pascabanyaknya petani yang memproduksi arak fermentasi gula.
Perbekel Desa Telagatawang, I Komang Muja Arsana, tak menampik kondisi itu. Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya pesaing baru. “Kami berharap pemerintah dapat memberi perhatian dan solusi kepada masyarakat kami, khususnya petani arak, karena sangat mengkhawatirkan jika keadaan ini terjadi berlarut-larut,” jelasnya. (Eka Parananda/balipost)
Credit: Source link