indopos.co.id – Mengurangi risiko terpapar BPA (bisphenol A) dengan tidak mengonsumsi makanan dan minuman (mamin) termigrasi molekul BPA. Artinya, tidak makan atau minum, dari wadah plastik mengandung unsur kimia BPA. Caranya dengan menghindari minum dari minuman air galon isi ulang, yang sudah jelas mengandung unsur BPA.
Itu salah satu kesepakatan webinar bertema ‘Mengenal BPA dari Rumah’ diikuti dokter spesialis kandungan dr Darrel Fernando SpOG dari Rumah Sakit Mayapada Kuningan, dokter spesialis anak Neonatologist dr Daulika Husna SpA dari Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, co-founder parentalk.id Nucha Bachri, dan pakar teknologi pangan Dr -Ing Azis Boing Sitanggang, Senin (14/12/2020).
Webinar dihelat Cerdik Sehat bekerja sama dengan Rumah Sakit Mayapada dan Parentalk itu, intinya mengedukasi masyarakat, kalau minuman ditempatkan dalam wadah mengandung BPA, makanan tersebut telah terpapar BPA. Salah satu solusinya menghindari wadah mengandung BPA. Hindari minum air dari galon isi ulang bisa dipastikan mengandung BPA.
Menurut dr. Daulika Yusna, kemasan makanan dan minuman atau galon dengan kandungan tidak tepat, seperti mengandung BPA, sangat berbahaya jika isinya dikonsumsi setiap hari dalam tempo lama. Para panelis sepakat untuk mengurangi risiko BPA dengan tidak mengonsumsi makanan dan minuman termigrasi molekul BPA.
”Sebagai orang tua apakah kita sudah berkomitmen memperhatikan mamin yang dikonsumsi anak-anak kita,” tutur Co-Founder Parentalk.id Nucha Bachri.
Nucha menambahkan, hal harus orang tua lakukan di rumah berani menyingkirkan wadah mamin mengandung BPA. Jangan membeli karena tertarik pada bentuk kemasan melainkan mengutamakan faktor kesehatan. Diperlukan sikap bijak untuk meneliti lebih dulu kode kemasan dan bahan kemasan mamin yang disajikan.
”Kita harus teliti melihat kode plastik pada setiap produk yang kita gunakan. Misalnya, kode plastik no 7 (jenis plastik polykarbonat) perlu diperhatikan dalam kemasan makanan. Karena kode plastik no 7 biasanya mengandung BPA. Meski bukan level berbahaya tapi kalau bisa diihindari agar tidak terjadi akumulasi jangka panjang,” tegas dokter spesialis kandungan dr Darrel Fernando SpOG dari Rumah Sakit Mayapada Kuningan.
Hal senada diungkap Nucha Bachri. Nucha mengingatkan jangan tergiur tampilan. ”Beli barang jangan cuma karena lucu dan harga. Tapi harus diperhatikan juga keamanannya. Perhatikan baik-baik, pelajari, dan cari tahu dulu bahan yang mau dibeli seperti apa. Jangan sampai mengandung BPA yang dapat mempengaruhi kesehatan anak balita,” ucap Nucha.
Bahaya BPA memang dapat dirasakan setalah kurun waktu lama. ”Bahaya BPA dapat dirasakan dalam waktu lama. Jadi, bahaya BPA tidak serta merta berefek. Contohnya, gangguan hormon pada anak atau balita. Gangguan lain dapat memicu kanker kalau BPA dikonsumsi terus menerus,” papar dr Daulika Husna Sp.A.
Lantas bagaimana zat kimia BPA masuk dalam tubuh? Pada prosesnya, molekul BPA atau monomer dipolimerisasi menjadi plastik karbonat (PC). Di proses polimerisasi itu proses tidak berjalan sempurna sehingga menimbulkan molekul-molekul BPA bebas. Molekul BPA bebas itu, kemudian bermigrasi dari kemasan atau utilitas ke mamin terkonsumsi. BPA dalam tubuh melalui dua cara yaitu dietary exposure dan non-dietary exposure.
”Masalah BPA adalah migrasi. Migrasi itu perpindahan zat kimia BPA ada pada kemasan makanan dalam produk pangan. Kita akan terpapar kalau mengkonsumsi produk pangan terkontaminasi BPA. Hindari risiko dengan mengurangi paparan,” imbuh pakar teknologi pangan Dr -Ing Azis Boing Sitanggang.
Sebagai contoh proses migrasi BPA dalam kemasan galon kemudian larut dalam air galon isi ulang. Prosesnya, saat pengisian air dalam galon isi ulang di pabrik atau depo pengisian, mungkin sudah sesuai standard keamanan pangan, tetapi pada saat proses distribusi hingga sampai ke tangan konsumen, tidak ada yang bisa menjamin air tidak terpapar BPA, walau jika dicek masih dalam batas toleransi.
Namun, kalau terakumulasi bertahun-tahun, tentu akan mengakibatkan hal serius bagi kesehatan anak balita dan ibu hamil. Oleh karena itu, dapat ditemui jurnal kesehataan dan kebijakan negara maju, telah melarang dengan tegas penggunaan BPA dalam kemasan mamin. Cara pertama migrasi BPA ke makanan dari bahan pengemas kontak dengan minuman atau makanan. Cara kedua antara lain debu, thermal paper, kosmetika dan lain lain.(mdo)
Credit: Source link