JawaPos.com – Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja sudah disahkan pada Senin (5/10) lalu. Namun, Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut masih belum beredar di publik. Bahkan pada saat rapat paripurna pengesahan UU tersebut, draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut tidak dibagikan ke para anggota dewan.
Beredar dua draf dengan jumlah halaman yang berbeda. Yang satu setebal 905 halaman, dan satu lagi 1.028 halaman. Hal tersebut membuat banyak pihak bingung dan bertanya-tanya mana yang final dan menjadi pegangan dalam pengesahan UU Cipta Kerja.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan pun mengaku, hingga saat ini pihaknya pun belum mengetahui draf mana yang merupakan draf asli.
“Wah, kami juga belum tau (mana yang asli, Red). Karena belum menerima resmi dari DPR,” ujarnya kepada JawaPos.com, Sabtu (10/10).
Sementara, Pengamat Indef Bhima Yudhistira mengatakan, hal tersebut menjadi kesalahan fatal sehingga banyak masyrakat dan pelaku pasar bingung dan ragu.
“Kesalahan paling fatal dari UU Cipta Kerja adalah belum adanya naskah final. Sehingga para pelaku pasar juga bingung dengan draft yang beredar ada yang tebalnya 905 halaman ada juga yang 1.028 halaman. Ini membuat bingung khususnya investor asing,” tuturnya.
Sehingga, dalam dalam sepekan terakhir sentimen investor asing justru merespons negatif dalam menanggapi UU Cipta Kerja dengan melakukan aksi jual bersih atau nett sells di pasar saham sebesar Rp 8.09 triliun.
Apalagi, ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyangkal banyak isu hoax yang beredar, hal ini justru makin menimbulkan kebingungan pada keputusan investasi.
“Bagaimana mungkin pemerintah membantah hoax yang beredar kalau pemerintah sendiri belum punya naskah yang final? Semakin tidak jelas naskah diumumkan ke publik maka gelombang protes dan misinformasi akan menurunkan minat investor masuk ke Indonesia,” tutupnya.
Editor : Banu Adikara
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link