Jeli melihat peluang, kemudian mengonversinya menjadi bisnis yang menjanjikan. Hal tersebut sukses dilakukan Dita Kencana Putri yang menekuni usaha wooden toys. Jualan mainan dan alat edukasi berbasis kayu itu telah menghasilkan omzet hingga Rp 500 juta per bulan.
—
SEMULA, Dita Kencana Putri adalah ibu rumah tangga biasa yang mengasuh dua anak di rumah. Sebagai seorang ibu, dia menginginkan sang buah hati memiliki mainan yang aman, tapi mampu memberikan value edukasi. ’’Mencoba bikin desain sendiri, kemudian dikerjakan tukang kayu. Hasilnya ternyata bagus dan banyak teman sesama ibu-ibu yang menanyakan soal mainan tersebut,’’ tutur perempuan yang berdomisili di Malang, Jatim, tersebut.
Melihat antusiasme itu, Dita mulai berpikir bahwa mainan kayu memiliki pasar tersendiri. Sebab, rata-rata mainan anak didominasi dari bahan plastik. Terlebih, mayoritas adalah impor yang tak semua memiliki izin yang jelas dari sisi keamanan bahan dan sebagainya.
’’Akhirnya, coba-coba bekerja sama dengan tukang kayu. Aku buat beberapa grand design untuk kemudian dikerjakan mereka,’’ beber Dita. Beberapa produk yang diproduksi, antara lain, brakiasi dan berbagai bentuk balok mainan.
Pemilik gelar sarjana psikologi dan diploma montessori itu tidak sembarangan dalam menghadirkan desain. Setiap mainan memiliki value pembelajaran yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan bermain anak berdasar usia tertentu. ’’Nilai plusnya lagi bahwa kayu relatif aman. Kadang ada anak yang suka banting mainan. Kayu kalau dibanting atau terinjak, relatif lebih awet,’’ urainya.
Soal kualitas, Dita memang tak ingin kompromi. Dalam membuat mainan kayu, dia berpegang pada standar-standar yang aman. Misalnya, cat. Dia menggunakan berstandar Eropa dan Amerika Serikat yang aman untuk anak. Untuk urusan bahan baku kayu, mayoritas menggunakan kayu pinus, mahoni, dan jati. Semua kayu itu legal di bawah pengawasan Perhutani.
’’Kami juga proses kayunya dari log dan dioven sehingga steril dari telur serangga dan mikroorganisme lain,” ujarnya.
Ibu dua anak itu menyebutkan, Kayoone Bumi mulai dirintis saat pandemi melanda Indonesia, atau sekitar dua tahun yang lalu. Pembelinya mulai perorangan hingga yayasan atau sekolah yang membeli produk dalam jumlah besar. Konsumennya pun mayoritas dari luar Malang.
’’Karena yang aku buat bisa dibilang standar kualitasnya bagus sehingga harganya relatif lebih mahal daripada mainan biasa. Banyak konsumen yang dari kota besar seperti Surabaya dan Jakarta. Beberapa kali juga kirim ke kota besar di luar Jawa,’’ bebernya.
Harga produk cukup beragam, mulai di bawah Rp 100 ribu hingga jutaan rupiah. Dalam sebulan, Dita menyebutkan bahwa jumlah order yang masuk bisa ratusan unit. Harga pesanan termahal, misalnya untuk custom brakiasi besar yang menjadi satu dengan tempat tidur anak dari kayu jati, bisa dipatok hingga belasan juta rupiah. ’’Kalau omzet, ya kira-kira, kotor ya, bisa Rp 250 juta sampai Rp 500 juta per bulan,’’ ujarnya.
Order sebanyak itu di-manage untuk bisa diproduksi di dua tempat. Yakni, Malang dan Klaten, Jateng, bergantung lokasi buyer. ’’Pastinya dibantu suami. Namun, mostly aku yang lebih banyak urus sendiri. Juga, ada orang kepercayaan, atau sebutnya mandor, di setiap tempat produksi. Jadi, dia yang bertugas mengoordinasi tukang kayu di sana setiap ada order yang masuk,” paparnya.
Dita melihat bahwa pasar wooden toys akan berpotensi makin besar ke depan. Sebab, semakin tingginya kesadaran orang tua memberikan mainan yang aman bagi anak-anaknya. Kondisi pandemi yang membuat sekolah minim tatap muka juga membuat para orang tua ingin menghadirkan sekolah atau taman belajar sendiri di rumah.
Bagi yang tertarik untuk menekuni bisnis serupa, Dita membeberkan beberapa bocoran untuk memulai usaha. Mengenai modal, Dita menyebutkan bahwa angkanya berkisar Rp 10 juta–Rp 20 juta. Yang paling vital adalah menemukan supplier kayu yang berkualitas. Serta, perajin kayu bertalenta.
Tak kalah penting, owner harus memiliki pengetahuan yang memadai mengenai alat permainan edukasi yang aman, tetapi tetap mengakomodasi kebutuhan tumbuh kembang anak. ’’Pasarnya tidak akan pernah habis. Sebab, setiap tahun pasti ada orang yang akan punya anak. Si anak tersebut akan punya adik dan seterusnya. Jadi, permintaan rasanya akan terus ada,’’ pungkasnya.
POTENSI BISNIS MAINAN KAYU ALA DITA
• Kebutuhan mainan anak akan terus eksis seiring bertambahnya keluarga baru.
• Mainan kayu relatif lebih aman dan awet jika dibandingkan dari plastik.
• Semakin banyak orang yang teredukasi tentang pentingnya alat pembelajaran anak yang baik.
• Bahan baku mudah diakses mengingat Indonesia memiliki banyak produksi kayu dengan kualitas bagus.
• Modal yang diperlukan tidak banyak, proses produksi juga tidak sekompleks mainan plastik.
Credit: Source link