Beri Opsi, tapi Tidak Memaksa

Parents pernah tidak, saat lagi asyik jalan ke pertokoan di mal, tiba-tiba anak minta mainan yang tak sesuai gender? Misalnya, anak cowok, tapi pengin beli boneka. Atau anak cewek minta bawa pulang tembak-tembakan.

KOK adik mainan boneka, padahal cowok. Kok adik beli robot-robotan, padahal cewek. Mom-dad tenang. Coba sambil dipantau ya. Jangan langsung banyak protes. Ah, tapi khawatir nanti permainan anak bisa memengaruhi orientasi seksual di masa depan.

Berbagai jenis mainan bisa membantu mengembangkan motorik anak-anak. Salah satunya boneka yang melatih motorik halus anak. Selain motorik halus, mainan juga melatih imajinasi anak.

Psikolog anak Agustina Twinky Indrawati mengatakan, ada juga anak yang bermain sesuai gender, tapi ada perbedaan orientasi seksual di kemudian hari. Jadi, kesimpulannya, mainan yang dimainkan anak tidak bisa menjadi patokan bunda-ayah. Mainan bebas dimainkan. Free gender.

Siapa tahu, lanjut Twinky, anak cowok main masak-masakan ternyata bercita-cita menjadi chef. Tidak masalah berarti. Menurut dia, anak perlu dibebaskan dalam memilih mainan. Supaya anak bisa mencoba hal baru di dunia baru.

Twinky menyebutkan, ketika berusia 2 tahun, anak sebetulnya sudah paham gendernya. ”Oh, saya cowok atau cewek. Orang tua bilang, ayo anak cowok nggak boleh nangis. Itu misalnya ya. Tanpa sadar orang tua sudah membangun stereotipe untuk anak,” tuturnya kemarin.

Keterbukaan dan kenyamanan dalam berkomunikasi menjadi lebih penting dibandingkan jenis mainan anak. Twinky mengungkapkan, ketika dua hal tersebut tumbuh dalam keluarga, akan berdampak positif bagi anak. Anak bisa lebih terbuka dalam bercerita. Tidak takut kepada keluarga. ”Tak perlu khawatir soal masalah orientasi gender begitu. Mereka akan bercerita sendiri jika ada masalah,” tambahnya.


Credit: Source link