SEDIKIT gambaran, di suatu masa ada seorang perempuan modis, berduit, cukup ternama, dan suka bersosialisasi (beracara, ngumpul, ngobrol, serta makan enak). Setelah hanya beberapa bulan, teman-temannya hampir serentak satu per satu meninggalkannya. Tidak ingin lagi jadi temannya.
Apa pasalnya? Si perempuan itu, meski sangat berduit dan bermobil mewah, sulit sekali mengeluarkan biaya sosialisasi, alias superpelit. Datang ke rumah keluarga teman tidak pernah membawakan apa pun meski dua potong kue, misalnya. Datang ke undangan perkawinan adik temannya tidak membawa amplop atau kado.
Hadir ke ulang tahun teman yang sering dimintai tolong tidak membawakan apa pun alias tangan kosong. Makan bersama, atau untuk jasa apa pun, sering tampak enggan membayar. Pergi ke luar negeri, tidak ada sepotong lipstik pun untuk teman dekat yang sering dimintai bantuan, yang sering disebutnya sahabat. Hanya pamer cerita ini-itu. Padahal, harga tasnya bisa belasan juta rupiah. Intinya, kikir. Juga, kikir kepedulian.
Nah, mengapa bersosialisasi itu butuh biaya dan perlu dipikirkan untuk menyiapkan atau menyisihkannya? Sebab, bersosialisasi itu ada banyak macamnya. Misalnya, bertemu dan makan bersama teman-teman, rekreasi bersama saudara atau teman, melayat, undangan perkawinan/khitanan/ulang tahun, membantu yang sakit atau terkena musibah, atau sekadar beli oleh-oleh.
Meski jumlah atau jenisnya harus disesuaikan dengan kemampuan, biaya sosial itu tetap ada. Sebagai wujud dari kepedulian dan keikutsertaan kita bermasyarakat. Bukan jumlah atau jenisnya yang pegang peranan, melainkan sikap peduli kita. Bagaimana jika kita merasa tidak mampu menjangkaunya?
– Tidak bergaul atau ikut komunitas yang memerlukan biaya besar.
– Bila diajak kumpul teman, tolak halus, sampaikan belum ada dana untuk itu.
– Bila teman sanggup membayari, sebaiknya bersedia satu–dua kali saja.
– Ke undangan, bawakan amplop atau kado sesuai kemampuan.
– Undangan di luar kota, bisa menitipkan amplop kepada yang hadir.
– Melayat atau menengok yang sakit, bisa membantu tenaga, sebagai ganti dana.
Yang jelas, merajut silaturahmi atau pertemanan itu butuh cost. Mulai waktu, tenaga, busana, dana konsumsi (minimal untuk diri sendiri), sumbangan, hingga oleh-oleh.
Banyak pertanyaan tentang aturan main makan bersama, berikut beberapa poinnya:
a. Teman mengajak bertemu dan makan bersama, jika tidak ada pernyataan ditraktir, kita harus siap dengan dana sendiri.
b. Jika kita yang berinisiatif, sampaikan jelas di awal, bayar bersama atau traktiran.
c. Saat membayar, sorongkan bagian kita. Berapa pun, yang elegan adalah ikut membayar, minimal untuk yang kita makan.
d. Tolak halus jika dana sedang terbatas. Biaya sosial kita adalah tanggung jawab kita sendiri. (*)
*) BABY JOEWONO, Founder & trainer of Baby Joewono Soft Skills Center
Credit: Source link