JawaPos.com – Ketua Konsorsium Aliansi Korban Wanaartha Johanes Buntoro menegaskan bahwa para pemegang polis tidak menolak pembubaran dan dibentuknya tim likuidasi PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanartha (WAL) alias WanaArtha Life. Hanya saja, para korban menolak orang-orang yang telah ditunjuk para Pemegang Saham Pengendali (PSP) karena diklaim sebagai buron interpol.
“Kami tegaskan kami tidak menolak pembubaran, kami juga tidak menolak tim likuidasi yang kami persoalkan satu. Orang yang ditunjuk pemegang saham pengendali,” tegas Johanes Buntoro dalam konferensi pers di eks Kantor Pusat WanaArtha, Jakarta Selatan, Jumat (20/1).
Mewakili para korban, Johanes sangat menyayangkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang justru menyepakati putusan para buronan. Ia menyebut, para korban justru khawatir hak-haknya akan dipersulit hingga dimungkinkan menghilangkan barang bukti.
Untuk diketahui, dua orang yang ditetapkan sebagai tim likudasi, yaitu Harvardy Muhammad Iqbal dan Shery Anita Metanfanuan. Adapun total kewajiban pemegang saham yang perlu ditunaikan kepada pemegang polis sebesar Rp 15,95 triliun.
“Hanya bilang sudah diputuskan dengan rapat sirkuler dan itu dilakukan diam diam. Ini uang kami belasan triliun diputuskan oleh buronan. Apakah mereka tidak memungkinkan menghilangkan barang bukti,” ujarnya.
Dalam hal ini, aliansi korban WanaArtha juga menilai bahwa OJK tidak transparan. Pihaknya juga menyayangkan perihal komunikasi yang diduga dilakukan pejabat OJK dengan para buronan.
“Kami melihat OJK tidak transparan. Artinya kami melihat Pak Ogi berkomunikasi dengan buronan. Kami tidak ada yang tahu mereka berkomunikasi berapa kali dan ada deal-deal-an apa. Kita pikir nyarinya susah, tetapi berkomunikasi dengan pejabat OJK,” imbuhnya.
Lebih lanjut, korban mengusulkan ada orang independen dalam tim likuidasi. Sebagai pilihan, pihaknya mengusulkan untuk memasukkan pejabat nonaktif WanaArtha Life atau perwakilan dari korban.
Selain itu, para pemegang polis berharap bisa bertemu dengan tim likuidasi terpilih juga berharap adanya audiensi dengan Komisi XI DPR RI, Kementerian Keuangan hingga keterlibatan Presiden RI Joko Widodo dalam persoalan ini.
“Kami minta pemerintah harus turun tangan, ini penggelapan uang. Kami menuntut ada perwakilan dari pemegang polis yang menjadi tim likuidasi. Inikan uang kami belasan triliun, gamau dong kami cuma dibalikin Rp 100 ribu nantinya. Kami minta Pak Presiden dan DPR Komisi XI untuk bisa mengambil bagian dan bertanggungjawab. Kami minta audiensi agar terbuka masalah ini sehingga mereka bisa mengambil keputusan terkait pengembalian uang Rp 15,9 triliun,” tandasnya.
Editor : Edy Pramana
Reporter : R. Nurul Fitriana Putri
Credit: Source link