Menghargai Kaum Perempuan dan Pilihan-Pilihan Mereka
Punya anak atau tidak punya anak? Dua opsi yang sama-sama mengandung tanggung jawab besar itu belakangan menjadi perbincangan publik. Ada yang menentang, ada yang mendukung, dan sebagian besar yang lain hanya sibuk berkomentar.
—
SUDAH lama Victoria Tunggono mengenal istilah child-free. Tepatnya, sejak dia masih remaja. Penulis kelahiran Ende, Flores, itu tidak menganggap child-free sebagai opsi yang aneh. Punya atau tidak punya anak adalah preferensi. Sama halnya dengan pilihan untuk menikah atau tidak menikah.
Orang dewasa yang memilih salah satu opsi tersebut tentunya sadar bahwa pilihan mereka membawa konsekuensi dan harus dijalani dengan penuh tanggung jawab. Lantas, apa yang membuat topik itu memantik begitu banyak pro dan kontra sampai sekarang?
’’Sekarang orang lebih terbuka kali ya,’’ ujar Tori, sapaan Victoria, kepada Jawa Pos pada Kamis pekan lalu (19/8). Child-free, menurut dia, sudah ’’berdiam’’ dalam masyarakat sejak puluhan tahun lalu. Selama ini, mereka yang memilih opsi itu memang cenderung diam karena sadar pilihannya tidak populer. Sedangkan, mereka yang menentangnya juga memilih diam untuk menghormati pilihan orang lain.
Namun, kini semuanya berubah. Apalagi, sejak masyarakat modern menuhankan media sosial (medsos). ’’Makanya baru mulai dibahas. Zaman dulu, orang harus diam-diam,’’ lanjut Tori. Dia menegaskan bahwa komentar tentang child-free adalah hal yang biasa saja. Baik itu yang pro maupun yang kontra. Semua orang, imbuh Tori, berhak berpendapat.
Credit: Source link