Jurnalis asal Bengkulu, Tangguh Sipria Riang
Jakarta, Jurnas.com – Tepat pada 22 April 1970 lampau, sekitar 20 Juta rakyat Amerika Serikat turun ke jalan mengecam kerusakan lingkungan.
Atas perjuangan mereka, sejak saat itu, Hari Bumi atau Earth Day diperingati diberbagai penjuru dunia.
Kini, 50 tahun berlalu. Aksi serupa juga terjadi. Bahkan lebih dahsyat karena melibatkan miliaran rakyat dari seluruh dunia.
Demikian disampaikan Pegiat Sosial dan Lingkungan, Tangguh Sipria Riang melalui keterangannya, Jumat (24/04/2020).
“Bedanya, mereka tidak turun ke jalan. Hanya di rumah saja. Untuk satu tujuan, menyehatkan bumi,” kata Tangguh.
“Aksi massal sudah dilakukan jauh hari. Dampak Covid-19. Jelas, ini jadi kado terindah. Untuk rumah segala makhluk. Tepat saat peringatan emas. Bumi kembali bernapas. Bernapas lega tanpa polusi,” imbuh Tangguh.
Tak lama berselang. Beredar foto-foto kota di dunia. Jalanan lengang. Langit dan sungai kembali bersih. Ikan-ikan kembali terlihat di Venezia. Bahkan, ada yang berkelakar, “Bumi terlihat dari Bekasi,” candanya.
Tangguh menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke Jepang bersama beberapa rekannya dari berbagai negara beberapa bulan lalu.
Saat berbincang-bincang di tepi sungai Sumida alias Sumidagawa pada malam hari, mereka sangat menikmati pemandangan yang disuguhkan Sungai yang menjadi kanal drainase atau pencegah banjir sejak zaman Edo.
“Saat malam hari di Sumida. Tokyo Skytree gagah berdiri. Simbol bangunan tertinggi. Tampak juga jembatan Pelangi (Rainbow Bridge) Odaiba dan jembatan Kachidoki. Berpijar, efek lampu-lampu LED warna-warni,” kenangnya.
Meski demikian, kata Tangguh, bukan keindahan itu yang bikin dia betah berlama – lama nongkrong ditepian sungai Sumida.
“Duduk di tepi sungai Sumida. Tidak ada nyamuk di sini. Airnya juga tidak berbau. Jangan-jangan, nyamuknya sudah direlokasi. Dari bantaran sungai ke Rusun? Entahlah,” katanya.
Sebetulnya, kata Tangguh, Indonesia juga memiliki sungai yang tak kalah menarik dengan Sungai Sumida.
“Indonesia juga punya sungai bersih seperti ini. Namanya Ciliwung, di Jakarta,” katanya.
Menurutnya, sungai Ciliwung bisa bersih seperti Sumida bukan lah khayalan, hanya saja perlu waktu dan perhatian dari masyarakat tanpa harus menunggu imbas virus Corona.
“Menyehatkan bumi tidak bisa instan. Bahkan mi instan saja tidak benar-benar instan. Harus di masak dulu, Kan?” Tanya tangguh.
“Mulailah dari diri sendiri. Rangkul semua generasi. Ajak kerabat, musuh, dan kawan. Ubah perilaku ramah lingkungan. Earth Day is every day and anywhere you are,”imbuh dia.
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/71144/Corona-Effect-Bumi-Kembali-Bersih/