DENPASAR, BALIPOST.com – Berdasarkan data UNWTO, pada Januari sampai Juni 2020 dibanding tahun lalu, pariwisata global kehilangan 440 juta pariwisata dengan nilai USD 460 miliar. Nilai ini lima kali lipat lebih besar dari krisis ekonomi global tahun 2009.
Di Indonesia, potensi kehilangan devisa tahun 2020 sebesar USD 14,5 – USD 15,8 miliar karena juga terjadi penurunan wisatawan mancanegara (wisman) sebesar 12- 13 juta kunjungan dibandingkan tahun lalu, karena pariwisata hanya beroperasi di awal 2020.
“Dampak pandemi sangat negative dan parah karena sektor pariwisata mengandalkan pergerakan manusia. Jika dibatasi, maka sangat mempengaruhi sektor ini, mati suri, tidak ada penghasilan dan pastinya berpengaruh pada pekerjanya,” ungkap Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Angela Tanoesoedibjo, Jumat (16/10) saat Bincang Maya dengan tajuk Tourism Industry Post Covid-19: Survival and Revival Strategy yang dilaksanakan Bank Indonesia Kantor Perwakilan (BI KPw) Provinsi Bali.
Satu-satunya cara agar sektor ini pulih adalah mengupayakan agar mereka beroperasi kembali sehingga bisa mendapatkan konsumen, sedangkan saat ini mereka tidak bisa beroperasi. Ia mengatakan Kemenparekraf telah mengeluarkan kebijakan untuk membantu usaha pariwisata dan pekerjanya.
Salah satu kebijakan yang dikeluarkan adalah mengucurkan dana hibah pariwisata sebesar Rp 3,3 triliun. Sebesar 30 persen dari dana hibah tersebut digunakan untuk membantu Pemda dalam penanganan dampak COVID-19 khususnya di sektor parekraf (pariwisata dan ekonomi kreatif) dan 70 persen untuk membantu pengusaha dalam operasional mereka baik untuk membayar gaji dan dalam memenuhi penerapan protocol kesehatan (prokes).
“Karena kami menyadari banyak usaha mau beroperasi, dia mau menerapkan protocol kesehatan tapi kekurangan dana untuk bisa melengkapi protocol kesehatan mereka,” ungkapnya.
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati menyampaikan, terkait dampak pandemi sangat dirasakan seluruh penduduk Bali. Meskipun hanya 30 persen penduduk yang terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata, karena 53 persen lebih PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Bali bersumber dari pariwisata.
“Jadi tidak ada yang tidak terdampak karena Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota setiap tahun membagikan PHR kepada desa adat di Bali disesuaikan dengan fiskal dan kondisi kabupaten/kota,” ujarnya.
Dengan kunjungan wisman 6,3 juta tahun 2019 dan spendingnya sebesar USD 1.400, Bali kehilangan devisa rata-rata setiap bulan Rp 9 triliun.
Menyadari dampak pariwisata berpengaruh pada seluruh tatanan masyarakat Bali, maka pemerintah Bali mengambil langkah-langkah staregi, tidak hanya pada pelaku pariwisata agar mampu bertahan di tengah pandemi, tapi juga untuk seluruh masyarakat Bali. Yaitu dengan memberikan bantuan stimulus kepada kelompok usaha informal, UMKM, koperasi dan usaha media.
Di sisi lain, sektor lainnya yang terdampak seperti pertanian juga dibantu dengan menyelenggarakan pasar gotong royong setiap minggu. Ia berharap suplai bahan hasil pertanian agar bisa diserap langsung oleh pegawai yang masih ada pendapatan.
Selain itu pemerintah Provinsi juga memberi bantuan jaring pengaman sosial, bantuan yang diberikan pada warga desa termasuk yang dirumahkan dan di PHK. Di samping juga berkoordinasi dengan stakeholder agar agar pengusah mendapat keringanan pajak. Semua upaya tersebut dilakukan diharapkan memberikan implikasi untuk bertahan. (Citta Maya/balipost)
Credit: Source link