Diskusi kebijakan bersama Diaspora Indonesia dalam rangkaian Simposium Cendekiawan Kelas Dunia (SCKD) 2019
Jakarta, Jurnas.com – Para diaspora Indonesia mengusulkan pengelolaan empat dana abadi dibawahi oleh satu lembaga. Hal ini bertujuan agar penggunaannya lebih efisien, serta mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Usul ini disambut oleh Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan (Risbang) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) Muhammad Dimyati. Dia mengatakan, pemerintah saat ini memang sedang menyusun kebijakan yang akan diteken lewat Peraturan Presiden (Perpres) tersebut.
“Itu masukan yang perlu dikaji. Karena UU memerintahkan dana abadi diatur dalam Perpres, sehingga bisa menjadi masukan untuk Perpres. Minggu depan kami sudah mulai rapat (meeting) untuk Perpres itu,” kata Dimyati dalam kegiatan ‘Diskusi Kebijakan Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) 2019’ bersama para diaspora Indonesia, di Jakarta.
Seperti diketahui, pemerintahan Presiden Joko Widodo telah menetapkan dana abadi untuk empat sektor pada 2020, yakni pendidikan, riset, kebudayaan, dan perguruan tinggi.
Khusus dana abadi perguruan tinggi, ditujukan untuk menggenjot peringkat perguruan tinggi di Indonesia di kancah internasional.
Dalam kesempatan itu, Dimyati juga menyampaikan usulan lainnya dari diaspora Indonesia, yang meminta pemerintah memangkas sejumlah proses penerbitan Material Transfer Agreement (MTA) bagi peneliti asing.
MTA merupakan perjanjian tertulis yang mengatur perpindahan tangan sumber data tangible (berwujud) kepada peneliti. Jika sebelum ada MTA, peneliti asing bebas membawa sampel atau data dari Indonesia demi kepentingan penelitian, namun setelah adanya MTA, sampel yang dibawa dibatasi, dan harus sesuai aturan serta izin institusi.
“Itu menjadi masukan buat kita, bisa saja nanti didelegasikan. Kita kan masih pakai form standar, sehingga pengiriman barang yang sedikit pun masih pakai form yang tebal. Kita akan coba perbaiki,” terang Dimyati.
Alternatif Pendanaan Riset
Dimyati menyebut kenaikan anggaran pendidikan masih belum berdampak besar pada perkembangan riset di Indonesia. Pasalnya, 60 persen anggaran untuk riset masih digunakan untuk pembiayaan gaji dan hal-hal di luar penelitian dan pengembangan (litbang).
“Untuk litbang cuma 40 persen. Makanya kami harus mencari anggaran selain APBN untuk riset,” ujar Dimyati.
Menyikapi hal ini, lanjut Dimyati, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 yang mendorong swasta agar mengeluarkan anggaran riset. Sebagai imbalannya, pemerintah akan memberikan insentif berupa super dedection tax atau pengurangan pajak penghasilan.
Kendati PP Nomor 45 Tahun 2019 sudah terbit, Dimyati mengatakan regulasi itu belum bisa dilaksanakan, sampai teknis yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) rampung.
“Begitu keluar PP itu, ada 10-12 Badan Usaha yang mengontak saya, bagaimana akan dipotong pajaknya kalau dimulai tahun depan. Tapi, tekniknya diatur dalam PMK,” tandas dia.
TAGS : Dana Abadi Diaspora Indonesia Dirjen Risbang Kemristekdikti
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/57899/Diaspora-Usul-Empat-Dana-Abadi-Dikelola-Satu-Lembaga/