Setya Novanto (JN)
Jakarta – PT Murakabi Sejahtera ternyata merupakan perusahaan fiktif atau abal-abal. Perusahaan yang sahamnya disebut-sebut dimiliki oleh keluarga Setya Novanto itu ternyata hanya dibuat untuk mengikuti lelang sebuah proyek.
Demikian terungkap saat mantan Dirut Murakabi Deniarto Suhartono bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pengadaan e-KTP dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/11/2017).
Salah satu lelang yang diikuti adalah proyek e-KTP tahun 2011-2013. “Iya (fiktif). Saya sebetulnya juga tidak begitu setuju Yang Mulia,” ungkap saat bersaksi.
Dikatakan Deniarto, pembentukan PT Murakabi ini melalui akta notaris. Saham Murakabi mayoritas dimiliki oleh PT Mondialindo Graha Perdana. Saham Mondialindo sendiri dimiliki oleh putra Novanto, Reza Herwindo dan dimiliki istri Novanto, Deisti Astriani.
Sedangkan saham PT Murakabi dimiliki putri Novanto bernama Dwina Michaela dan keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi. Di PT Murakabi, Irvanto diangkat sebagai direktur.
Meski tercatat dalam akta notaris, nilai saham-saham tersebut ternyata fiktif. Pasalnya, masing-masing pemegang saham tidak pernah menyetorkan modal kepada PT Murakabi.
Hal itu membuat anggota majelis hakim Anshori Syaifuddin curiga. Pasalnya, PT Murakabi tanpa modal apa pun dan saham yang fiktif berani mengikuti lelang proyek pemerintah senilai Rp 5,9 triliun. PT Murakabi saat mengikuti tender e-KTP diketahui mencantumkan dokumen yang menjelaskan seolah-olah PT Murakabi memiliki modal aktiva sebesar Rp 20 miliar.
Selain di PT Murakabi, Deniarto juga menjabat sebagai Komisaris PT Mondialindo Graha Perdana.
Dua perusahaan itu berkantor di Lantai 27 Gedung Menara Imperium, Kuningan, Jakarta Selatan. Selain dua perusahaan itu, ternyata 12 perusahaan lain tercatat berkantor di lokasi tersebut. Kantor yang dimiliki Setya Novanto itu hanya diisi oleh tiga orang pegawai.
“Sebetulnya, waktu itu setiap ada proyek terus kami bikin perusahaan. Jadi tiap kali ada proyek bikin perusahaan,” ujar Deniarto.
Banyaknya perusahaan di lokasi yang sama itu dipandang janggal oleh majelis hakim. Terlebih, Deniarto menyebut setiap perusahaan tersebut hanya berisi tiga orang. Selain Deniarto, ada pengusaha lain bernama Siprus dan Heru Taher. Ketiganya juga selaku pemegang saham.
Ketua majelis hakim Jhon Halasan Butar Butar menduga masing-masing perusahaan tersebut dibuat untuk melakukan kebohongan. Sebab, setiap perusahaan tanpa dilengkapi kemampuan dan kapabilitas yang cukup, berusaha mendapatkan uang melalui proses tender.
“Saya minta maaf. Itu kelemahan saya, waktu itu saya mau saja,” tutur Deniarto.
Dalam kasus korupsi e-KTP, PT Murakabi pernah menjadi salah satu konsorsium peserta lelang proyek e-KTP. Atas pengaturan Andi Agustinus alias Andi Narogong, PT Murakabi hanya sebagai perusahaan pendamping, tapi mendapat sub kontrak pengerjaan dari pemenang tender yakni PNRI.
TAGS : E-KTP Setya Novanto
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/24366/Dinasti-Setnov-dan-Pengakuan-Perusahaan-Fiktif/