YOGYA, KRJOGJA.com- Beberapa waktu yang lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiba-tiba bicara mengenai perkembangan fintech lending alias pinjaman online (pinjol) yang kian menjamur di Tanah Air.
Presiden memperoleh informasi banyak penipuan dan tindak pidana keuangan telah terjadi. Menurut Jokowi, masyarakat bawah (nasabah) yang tertipu dan terjerat bunga tinggi oleh pinjol yang ditekan dengan berbagai cara untuk mengembalikan pinjamannya.
Berdasarkan kondisi tersebut, ISEI Cabang Yogyakarta menyelenggarakan diskusi terbatas yang dilakukan setelah bersepeda sehat (Sabtu, 16/10/21). Hadir sebagai narasumber Jimmy Parjiman (Kepala OJK DIY) dan Y. Sri Susilo (Sekretaris ISEI Cabang Yogyakarta).
Sebagai peserta aktif antara lain Rudy Badrudin (Wakil Ketua II ISEI Cabang Yogyakarta), Bakti Wibawa (Wakil Ketua IV ISEI Cabang Yogyakarta) dan Rudy Hartono (Pengurus ISEI Cabang Yogyakarta).
Seperti diketahui, layanan pinjol memang menjadi alternatif pembiayaan masyarakat. Syarat yang diajukan untuk mendapatkan pinjaman relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan bank atau koperasi. Proses peminjaman pinjol juga sangat cepat, tak sampai kurang dari 24 jam dana sudah bisa dicairkan. Kondisi tersebut menjadikan popularitas pinjol semakin tersebar seantero negeri.
“Sebagian masyarakat atau nasabah pinjol tidak atau kurang menyadari bahwa pinjol memiliki bunga yang cukup tinggi dan tenor cicilan yang lebih pendek”, jelas Parjiman.
Menurut Parjiman, jika terlambat membayar, maka peminjam harus menanggung denda. Beban denda yang selangit dan menumpuk pada akhirnya membuat utang semakin banyak dan kian berat untuk dapat melunasi. Harus diakui saat ini banyak cerita mengenaskan dari masyarakat yang terjerat pinjol.
Dari arahan Presiden kemudian ditindak lanjuti oleh Kapolri dengan memerintahkan jajarannya untukmelakukan perusahaan pinjol ilegal. Dalam beberapa hari terakhir, aparat kepolisian terjadi di sejumlah lokasi dan melakukan aksi penggerebekan kantor pinjol ilegal.
“Operasi dan penggerebekan terhadap usaha pinjol illegal memang diperlukan (necessary) namun hal tersebut tidak cukup (sufficient), “ tegas Susilo yang juga dosen FBE UAJY.
Menurut Susilo, yang lebih penting adalah masyarakat (nasabah) harus diberi edukasi bahwa meminjam lewat pinjol konsekuensinya harus menanggung tingkat bunga yang tinggi dan waktu pengembalian yang pendek.
“Jadi meskipun usaha pinjol illegal sudah tidak ada lagi namun pemahaman masyarakat terhadap pinjol belum baik maka kasus masyarakat yang terjerat utang pinjol tetap akan muncul”, jelas Susilo.
Untuk diketahui, usaha pinjol yang legal juga mengenakan tingkat bunga yang relatif tinggi dan tenor penjaman yang singkat.
Parjiman sepakat dengan pendapat Susilo, kasus pinjol harus ditangani secara simultan baik dari sisi penawaran (industri pinjol) dan sisi permintaan (masyarakat/nasabah pinjol). Selanjutnya asosiasi perusahaan pinjol legal diharapkan meningkatkan layanan dan memperbaiki regulasi yang diatur oleh mereka sendiri (self regulatory organization).
“OJK yang didukung oleh aparat akan meningkatkan pengawasan terhadap operasi pinjol sehingga kemungkinan muncul dampak negatif dapat dicegah sedini mungkin”, ungkap Parjiman.
Kesimpulan dari diskusi terbatas, pengawasan dan pengaturan terhadap operasi usaha pinjol diperlukan, di sisi lain harus diikuti dengan edukasi yang masif terhadap masyarakat (nasabah) terkait kelebihan dan keterbatasan dari pinjol.
Upaya edukasi tentu tidak hanya menjadi tugas OJK sendiri, namun harus didkukung oleh pemangku kepentingan (Pemda, Perguruan Tinggi, Tokoh Masyarakat/Agama, Asosiasi Profesi/Pengusaha dan Komunitas Masyarakat). (*)
Credit: Source link