Jakarta, Jurnas.com- Indonesia dirasa perlu menimbang ulang apakah demokrasi yang dijalaninya saat ini sudah berada di jalur yang tepat. Perlu dipertanyakan ulang apakah bangsa ini semakin sadar akan persatuan atau malah semakin banyak potensi konflik, dan apakah semakin terbangun keadilan sosial atau kesenjangan sosial semakin tinggi. Hal ini dipaparkan mantan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudi Latief dalam sambutan pembukaan diskusi dan bedah buku `Sistem Demokrasi Pancasila` dan buku `Sistem Ekonomi Pancasila` yang ditulis oleh Sunarto Sudarno, Subiakto Tjakrawerdaya, Setia Lenggono, Lestari Agus Salim, Budi Purwandaya, Muhammad Karim, Djafar, Diana Fawzia dan Ganjar Razuni di Jakarta, Rabu (11/3) kemarin.
“Untuk mendapat sumber daya manusia dan demokrasi yang baik, para pendiri bangsa telah menemukan kombinasi antara election dan selection,” jelas Yudi.
Menurutnya, bahkan Iran pun sejatinya meniru konsep Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Indonesia versi sebelum amandemen, dimana golongan minoritas, seperti Yahudi dan Zoroaster juga memiliki perwakilan. Dalam peluncuran buku yang bertepatan dengan 54 tahun terbitnya Surat Perintah 11 Maret itu, hadir pula beberapa pengulas lain, yaitu Prof. Dr. Sofyan Effendi, Prof. Dr. Maria Farida, Dr. Alfan Alfian, Prof. Dr. Ahmad Erani, serta Prof. Dr. Sri Edi Swasono.
Di sesi diskusi buku ini, para pembicara membahas perbandingan sistem ekonomi dan demokrasi saat ini dengan sistem demokrasi ekonomi Pancasila dan UUD 1945. Prof. Erani misalnya, ia menyampaikan bahwa dalam ekonomi Pancasila, ada sisi yang mencirikan berketuhanan. Salah satu cirinya dimana pemberian rangsangan moral haruslah senantiasa melampaui insentif material.
“Di sini lah harusnya sila pertama dalam kegiatan ekonomi Indonesia. Perilaku borong, menimbun masker baru-baru ini sangat tidak mencerminkan perilaku sila pertama,” sesalnya.
Ditambahkannya, semangat untuk saling menumbuhkan harus lebih tinggi daripada semangat saling mematikan. Nyatanya, saat ini kebijakan dan keadilan sosial hanya menyentuh sektor hilir, belum sampai di sektor hulu.
“Contohnya, bagaimana membenahi porsi kredit bank BUMN yang faktanya 70 persen kreditnya disalurkan untuk pebisnis papan atas,” lanjutnya.
Diskusi dan bedah buku ini sendiri merupakan bagian dari rangkaian kegiatan memperingati Bulan Maret Bulannya Soeharto, Bapak Pembangunan Nasional yang bertema `Membangun Manusia Indonesia yang Seutuhnya`. Selain bedah buku, sebelumnya juga terlaksana lomba mewarnai, upacara peringatan dan akan ditutup dengan Pentas Kesenian dan event lari nasional Patriot Run 2020 yang rencananya akan dilakukan di Sentul, Bogor.
TAGS : Bedah Buku Demokrasi Indonesia Yudi Latief
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/68828/Diskusi-Bedah-Buku-Yudi-Latief-Soroti-Demokrasi-di-Indonesia/