JAKARTA, BALIPOST.com – Pendistribusian elpiji bersubsidi diatur secara ketat oleh pemerintah agar diterima sesuai penerima manfaat yakni rumah tangga miskin, usaha mikro dan kecil (UKM), nelayan, dan petani sasaran.
“Harus ada kebijakan pemerintah bagaimana bisa mengoptimalkan subsidi ini diterima dengan baik untuk masyarakat,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dalam keterangannya di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Minggu (21/1).
Pemerintah pun mengubah aturan dengan menggeser penyaluran elpiji subsidi dari berbasis komoditas ke penerima manfaat.
Per 1 Januari 2024, hanya pengguna terdaftar yang diperbolehkan membeli elpiji 3 kg. Status data bisa diperiksa melalui nomor induk kependudukan (NIK) di KTP.
Penyesuaian data konsumen elpiji 3 kg berbasis sistem Merchant Apps Lite (MAP Lite) tersebut dijaring sejak 1 Maret 2023, termasuk data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) desil 1-7. “Sistemnya sudah siap. 189,2 juta NIK sudah terdaftar dan terverifikasi 31,5 juta NIK,” kata Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM Mustika Pertiwi menambahkan pemerintah masih memperbolehkan konsumen belum terdata membeli elpiji 3 kg setelah mendaftar on the spot di subpenyalur atau pangkalan resmi.
Kementerian ESDM juga mengusulkan pengecer bisa diangkat menjadi subpenyalur. “Diatur saja jaraknya, misal tiap 1 kilometer itu, ada 1 pangkalan,” sambungnya.
Mustika mengatakan model pendataan sebaiknya dilakukan di subpenyalur/pangkalan resmi, sehingga tidak sampai ke pengecer.
Apalagi, kerap kali pengecer membeli dalam jumlah besar, yang memungkinkan semua pembeli tidak terekam datanya. “Misalnya, 10 tabung, maka dia mengurangi hak konsumen akhir untuk membeli langsung di pangkalan. Ini yang harus diatur,” tuturnya.
Dari sisi infrastruktur teknologi, pencatatan manual melalui logbook juga mendorong pemerintah memperpanjang pendataan hingga akhir Mei 2024. “Kita lihat nanti progresnya. Kami akan evaluasi. Intinya, jangan sampai terjadi kelangkaan di lapangan,” ungkap Mustika.
Pemerintah pun memberi opsi lain yakni subpenyalur boleh menjual elpiji ke pengecer maksimum 20 persen dari alokasi per bulan sesuai Surat Dirjen Migas ke PT Pertamina (Persero).
Kendati demikian, menurut Mustika, pasokan elpiji 3 kg di masing-masing pengecer dibatasi untuk memaksimalkan subsidi tepat sasaran.
Agar kebijakan ini lebih aplikatif, lanjutnya, pemerintah bersama PT Pertamina Patra Niaga gencar sosialisasi, termasuk memberikan pelatihan kepada petugas di lapangan.
“Mereka akan dibekali software sederhana di telepon selular (HP) untuk mendata pembeli elpiji. Keterlibatan badan usaha dalam menjaga kebijakan telah diatur dalam Surat Keputusan Dirjen Migas. Pemerintah pun meminta Pertamina mengawal kebijakan sampai ke konsumen akhir,” sebut Tutuka.
Menteri Arifin menambahkan melihat tingginya impor elpiji, karakteristik gas yang minim propana (C3) dan butana (C4), serta belum memadainya kilang elpiji, pemerintah pun menggenjot pembangunan pipa transmisi gas terintegrasi dari Aceh hingga Jawa sebagai jalan keluarnya.
“Jaringan gas sangat diperlukan karena di banyak negara juga memanfaatkan gas alam untuk kebutuhan energi rumah tangga, hotel, atau rekreasi,” jelasnya.
Menurut dia, ada penambahan penerima manfaat sebanyak 300.000 sambungan rumah tangga (SR) melalui pipa gas Cirebon-Semarang (Cisem) dan 600.000 SR lewat pipa Dumai-Sei Mangkei.
“Ini bisa mengurangi subsidi elpiji 3 kg hingga Rp0,63 triliun per tahun dan hemat devisa impor elpiji Rp1,08 triliun per tahun,” Tutuka merinci.
Skema KPBU
Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM Laode Sulaeman mengungkapkan pemerintah tengah mencari skema pembiayaan melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) untuk mengakselerasi pengembangan jargas.
Menurut dia, banyak benefit dari implementasi KPBU. Pemerintah menanggung sebagian risiko badan usaha dalam pembangunan jargas dan bisa mempercepat pembangunannya secara masif. “Misalnya di Batam, bisa langsung 300.000 SR,” jelasnya.
Di sisi lain, masih ada tantangan menjalankan skema KPBU, di antaranya waktu lelang lebih panjang dan pembenahan regulasi, salah satunya Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2019. “Regulasinya perlu ditetapkan dulu sebelum dilelangkan,” jelas Laode.
Permasalahan lain, perlu studi pendahuluan di masing-masing kota karena memiliki regulasi, peta lokasi, serta profil risiko berbeda. Keekonomian pun mesti dihitung secara detail demi memikat badan usaha.
Strategi kebijakan lain sedang digodok. Nantinya, di wilayah jargas, penggunaan elpiji ditarik secara bertahap dan elpiji dialihkan ke lokasi lain yang belum tersambung jargas. “Ini masih dalam tahap diskusi di Kementerian ESDM,” tutur Laode.
Dengan begitu, menurut Menteri ESDM, penggunaan jargas menjadi upaya pemerintah menekan devisa dan solusi substitusi elpiji sebagai sumber energi rumah tangga. “Tidak perlu lagi gotong-gotong tabung (elpiji) 3 kg. Cukup buka keran sudah menyala dapurnya,” jelasnya. (Kmb/Balipost)
Credit: Source link