Kapoksi Komisi VI DPR RI Fraksi PKS, Amin AK
Jakarta, Jurnas.com – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak meminta redaksi di beberapa pasal dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibuslaw Cipta Kerja (Ciptaker) soal UMKM diperbaiki.
Hal tersebut, guna memberikan kepastian dan menunjukkan pembelaan, keberpihakan dan afirmasinya dalam mendukung pelaku usaha mikro dan kecil di Indonesia untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Menurut Amin Ak, Keberpihakan tersebut harus secara tegas dinyatakan dalam RUU Omnibuslaw Ciptaker yang nantinya akan menjadi regulasi utama dalam investasi dan kebijakan penciptaan lapangan kerja.
Amin Ak menilai, saat ini, keberpihakan regulasi terhadap UMKM dalam RUU Ciptaker masih lemah dan ambigu.
Anggota Komisi VI DPR RI ini mencontohkan, pada pasal 21 RUU Ciptaker dimana pembiayaan UMKM baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, maupun kalangan swasta hanya bersifat fakultatif atau sukarela.
Untuk itu, Amin Ak meminta rumusan norma pada pasal 21 tersebut diubah menjadi bersifat imperatif atau mandatori agar alokasi dana untuk pembiayaan UMKM menjadi sebuah kewajiban yang mengikat.
“Redaksi terkait Ketentuan pada Pasal 21 perlu diubah dengan menghapuskan kata “dapat” untuk memberikan kepastian dan menunjukkan pembelaan serta keberpihakan kepada UMKM. Supaya nyambung dengan ruh dari RUU Cipta Kerja yang di usulkan pemerintah,” kata Amin Ak melalui keterangannya, Jumat (12/06/2020).
Kemudian, lanjut Amin Ak, pada pasal 97 RUU Ciptaker disebutkan bahwa Pemerintah Pusat memfasilitasi kemitraan usaha menengah dan besar dengan Usaha Mikro dan Kecil dalam rantai pasok.
Menurut Amin, Poin ini, tidak cukup untuk `memaksa` pengusaha besar untuk menjadikan UMKM sebagai mitra dalam rantai pasok mereka.
Oleh karena itu, Fraksi PKS mengusulkan penambahan dua ayat baru dalam pasal 97 RUU Ciptaker.
Pertama, Pemerintah Pusat memfasilitasi UMKM dengan pendampingan usaha dalam bentuk pelatihan, pembinaan, konsultasi, pemasaran dan advokasi.
Kemudian, Tambahan ayat selanjutnya yakni Pemerintah pusat dan pemerintah daerah melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap jalannya kemitraan antara UMK dan Usaha Besar.
“Selama ini implementasi kemitraan antara UMKM dan pengusaha besar masih timpang dan belum ada kesetaraan hak sehingga lebih menguntungkan pengusaha besar. Akibatnya ide baik soal kemitraan ini gagal karena tidak tercipta harmonisasi antara kedua belah pihak, bahkan ada yang berujung pada kasus hukum,” kata Amin.
Kepala Kelompok Fraksi (Kapoksi) PKS di Komisi VI DPR RI ini juga menyoroti Pasal 98 yang menyebutkan `Dalam rangka kemudahan Perizinan Berusaha, Pemerintah Pusat berperan aktif melakukan pembinaan dan pendaftaran bagi Usaha Mikro dan Kecil`.
Menurut Wakil rakyat asal Dapil Jatim IV (Kabupaten Jember dan Lumajang) ini, redaksi dari Pasal tersebut harus diubah menjadi “Dalam rangka kemudahan Perizinan Berusaha, Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah berperan aktif melakukan pembinaan dan pendaftaran bagi Usaha Mikro dan Kecil,” katanya.
Amin Ak beralasan, untuk melakukan pembinaan dan pendaftaran sekitar 64,2 juta UMKM perlu melibatkan Pemerintah Daerah agar lebih mudah dan cepat dilakukan.
Hal itu juga sesuai dengan Perpres No. 98 Tahun 2014 tentang Perizinan Untuk Usaha Mikro dan Kecil, kemudian nota Kesepahaman 3 Menteri (Mendagri, Mendag, dan Menkop) tentang pembinaan pemberian izin usaha mikro dan kecil di daerah, serta PP 24 tahun 2018 tentang Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik.
Sebelumnya, diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan tujuan RUU Omnibuslaw Ciptaker diantaranya yakni dapat mewujudkan iklim usaha yang kondusif sehingga lapangan kerja baru tercipta bagi masyarakat.
Kemudian, Jokowi juga ingin, RUU Omnibuslaw Ciptaker menjadi karpet merah bagi para pelaku UMKM agar usahanya bisa berkembang dan berdaya saing.
TAGS : RUU Omnibuslaw Ciptaker PKS Amin Ak
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin