Kapoksi Komisi VI DPR RI Fraksi PKS, Amin AK
Jakarta, Jurnas.com – Belakangan ini harga gula pasir di pasar Jabodetabek melonjak drastis. Gula pasir yang biasanya dijual dengan harga Rp 12.500 ditingkat pengecer, kini harga melambung tinggi menembus Rp 19.000.
Harga tersebut jauh lebih tinggi dari harga acuan di tingkat konsumen yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 7 tahun 2020, harga acuan penjualan gula di tingkat konsumen sebesar Rp 12.500.
Para pembeli pun mengeluhkan lonjakan harga tersebut. sebab, dengan kenaikan itu, beban biaya hidup semakin bertambah.
Sama halnya dengan pembeli, para pedagang eceran juga mengeluhkan lonjakan harga tersebut. sebab, modal yang harus dikeluarkan mereka semakin banyak dan ketika menjual, keuntungannya masih tetap.
Selain itu, untuk mendapatkan gula dari distributor, para pedagang eceran juga mengaku kesulitan, lantaran stok gula pasir di tingkat distributor sudah menipis, bahkan ada yang kosong.
Saat ini kebutuhan gula kristal putih (GKP) tanah air berkisar 3,1 – 3,2 juta ton pertahun. Sementara untuk kebutuhan industri jumlahnya tidak jauh berbeda, kurang lebih 3,3 juta ton per tahun.
Namun produksi Gula dalam negeri per tahun hanya di kisaran 2,1 – 2,2 juta ton. Artinya Indonesia masih kekurangan stok dan mau tidak mau pemerintah pun harus membuka kran impor yang tidak sedikit.
Memang dengan mengimpor, pemerintah bisa meredam harga secara sesaat dan mengatasi kelangkaan stok gula.
Namun, kebijakan ini tentu tidak disukai oleh para petani tebu dan membuat neraca perdagangan kita semakin memburuk.
Permasalahan selanjutnya yakni setelah pasokan gula mentah didatangkan dari negara importir, pabrik – pabrik gula milik rakyat juga tidak ikut mengolahnya, sebab yang mengolah raw sugar menjadi gula yang siap untuk dikonsumsi baik oleh rumah tangga maupun industri adalah perusahaan swasta.
Untuk mengatasi persoalan ini, maka perlu ada keinginan politik (political will) dari pemerintah untuk memperbaiki tata kelola gula agar lebih berpihak kepada nasib petani tebu.
“Dibutuhkan political will yang kuat dari pemerintah untuk membuat grand design jangka panjang agar produksi gula secara nasional bisa meningkat dan untuk mengurangi ketergantungan pada impor;” kata Ketua Kelompok Fraksi PKS, Amin Ak di Jakarta, Kamis (12/03/2020).
Menurut Wakil rakyat asal Dapil Jawa Timur IV (Jember, Lumajang) ini, pemerintah perlu menyiapkan strategi panjang, menengah dan panjang, mulai dari pengembangan varietas tebu unggulan, pembukaan lahan baru untuk tanaman tebu, efisiensi dan peningkatan kapasitas alat produksi, peremajaan atau revitalisasi mesin dan peningkatan jumlah pabrik.
“Pemerintah seharusnya membuat rencana jangka panjang untuk memaksimalkan produksi dalam negeri,” katanya.
Wakil rakyat yang membidangi perdagangan ini mengaku optimis, jika strategi itu dilakukan dan berjalan dengan baik, maka Indonesia tidak lagi bergantung dengan pasokan Impor, neraca dagang akan meningkat dan pertumbuhan ekonomi semakin membaik.
“(Selain itu) juga mengurangi pengangguran, meningkatkan kesejahteraan petani dan mengurangi beban APBN,” katanya.
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/68824/DPR–Perlu-Political-Will-untuk-Perbaiki-Tata-Kelola-Niaga-Gula/