Ending Thirty-Nine dan Twenty Five Twenty One Cukup Indah, kok

Ending Thirty-Nine dan Twenty Five Twenty One Cukup Indah, kok

AKHIRNYA saya menuntaskan tiga drama Korea di Netflix yang tayang dan tamat berbarengan. Yakni, Forecasting Love and Weather, Thirty-Nine, dan Twenty Five Twenty One. Sebelum membaca lebih jauh, saya peringatkan bahwa tulisan ini mengandung spoiler berupa akhir cerita. Jadi, kalau Anda belum menonton ketiganya, sama sekali menghindari spoiler di media sosial, dan tidak mau kehilangan kejutan, segera berhenti membaca di sini.

Ah, rupanya masih dibaca. Baiklah, saya lanjut, ya. Forecasting Love and Weather berakhir bahagia khas drama komedi romantis Korea. Sementara itu, Thirty-Nine dan Twenty Five Twenty One memberi saya akhir yang mengandung perpisahan. Di akhir Thirty-Nine, Jeong Chan-young (Jeon Mi-do) meninggal akibat kanker pankreas. Meninggalkan dua bestie-nya: Cha Mi-jo (Son Ye-jin) dan Jang Ju-hee (Kim Ji-hyun).

Sementara itu, akhir Twenty Five Twenty One sukses membuat sebagian besar penonton protes ke tvN, kanal yang menyiarkan serial tersebut. Penyebabnya, Back Yi-jin (Nam Joo-hyuk) dan Na Hee-do (Kim Tae-ri) putus di episode terakhir setelah ribut gegara jadwal satu sama lain yang bikin jadwal pacaran terganggu. Memupus harapan penonton yang ingin Yi-jin dan Hee-do bersama.

Thirty-Nine dan Twenty Five Twenty One sama-sama mengusung alur flashback dan maju-mundur. Di awal dua serial tersebut, penonton sudah diberi semacam warning bahwa serial-serial itu tidak menjanjikan akhir ’’bahagia’’. Thirty-Nine diawali dengan suasana rumah duka setelah Chan-young berpulang. Lantas, di episode awal Twenty Five Twenty One, diketahui bahwa marga Min-chae (Choi Myung-bun) –putri Hee-do– adalah Kim alih-alih Back, marga Yi-jin. Hee-do menikah dengan pria bermarga Kim. Jelas bukan Yi-jin.

Begitu tahu Chan-young meninggal di episode 2, setiap kali melihat dia di episode-episode berikutnya –yang merupakan kilas balik– membuat saya menangis. Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya bukan sekadar omong kosong asal lewat. Misalnya, saat Chan-young tiba-tiba berkata bahwa dirinya akan panjang umur karena Mi-jo. Terdengar ironis sekaligus menyedihkan, mengingat kenyataan bahwa dia pergi mendahului Mi-jo.

Di sisi lain, cerita hari-hari yang dilalui Hee-do bersama Yi-jin di masa lalu jadi lebih berkesan. Sebab, momen itu tidak akan terulang di waktu dan perasaan yang sama. Membuat penonton ikut merasakan keindahan persahabatan dan cinta mereka sebelum akhirnya hilang ditelan waktu dan jarak.

Persahabatan yang muncul pun bisa dibilang next level. Mi-jo dan Ju-hee berusaha maksimal agar Chan-young menjalani hari-hari terakhir hidup sebagai orang sakit yang paling berbahagia. Hee-do selalu setia di samping Ko Yu-rim (Bona WJSN) saat rakyat Korea Selatan menganggap Yu-rim pengkhianat. Menunjukkan eksplorasi cerita drama Korea yang tak melulu soal naik-turun asmara pemeran utama. Sosok sahabat nggak cuma jadi tempat curhat soal cinta atau makcomblang.

Hingga akhirnya, setelah rangkaian momen manis, datanglah perpisahan. Kepergian Chan-young diiringi tangis desperate Mi-jo dan Ju-hee. Hee-do dan Yi-jin sama-sama sedih dan menyesal karena putus setelah bertengkar dan saling menyalahkan. Di sini mungkin banyak yang kecewa karena ending semacam itu menyedihkan. Namun, yang terjadi setelahnya bikin hal itu tidak terlalu menyedihkan.

Meski kehilangan sahabat selamanya, Mi-jo dan Ju-hee tetap melanjutkan hidup. Cinta mereka untuk Chan-young tetap ada. Kematian hanya merenggut nyawa, tapi tidak merenggut cinta. Persahabatan mereka semakin terabadikan dengan kesetiaan Mi-jo dan Ju-hee yang nyekar ke rumah abu jenazah Chan-young. Maut sekalipun tak bisa memutus ikatan persahabatan.

Mi-jo dan Ju-hee juga menepati janji mereka ke Chan-young. Salah satunya dengan tetap peduli kepada ayah dan ibu mendiang sahabat mereka. Lagi-lagi ada persahabatan next level pemungkas cerita, ketika Mi-jo dan Ju-hee menganggap orang tua Chan-young sebagai orang tua mereka sendiri.

Lantas, Hee-do dan Yi-jin akhirnya bisa berpisah sebagai sahabat. Ditambah dengan pelukan dan ucapan semoga sukses menjalani hidup setelah putus. Hal itu bagi saya indah. Sebab, banyak lho pasangan kekasih atau sahabat di luar sana yang berpisah sebagai musuh dan ogah menjalin persahabatan lagi.

Hee-do dan Yi-jin juga saling berterima kasih karena pernah membuat hidup masing-masing indah. Cinta mereka mendewasakan satu sama lain, membuat mereka siap menjalani hidup meski tak lagi berdua. Dibutuhkan kebesaran hati untuk putus dengan cara seperti itu alih-alih saling menyalahkan atau sekadar berkata ’’Kita udah nggak cocok lagi deh. Bhay’’. Keindahan tidak harus muncul dari cinta yang bertahan lama, tapi juga dari cinta yang diakhiri dengan legawa.

Dengan perpisahan di episode terakhir, drama Korea kembali mengingatkan saya untuk hidup di masa kini. Be at the moment, live the life to the fullest. Kita nggak pernah tahu kapan kita berpisah dengan orang tersayang. Kita nggak tahu kita berpisah dengan cara apa atau sebagai apa. Yang kita tahu, hidup kita saat ini indah karena mereka. Nikmati dan syukuri saja keindahan itu, karena memang tidak ada yang abadi, seperti kata Hee-do dewasa (Kim So-hyun).

Ending Thirty-Nine dan Twenty Five Twenty One juga mengisahkan keikhlasan yang sebenar-benarnya. Move on, melihat masa lalu tanpa rasa bersalah dan melanjutkan perjalanan hidup sambil menikmati apa yang diberikan selanjutnya. Sama seperti Hee-do yang akhirnya bisa hidup tanpa penyesalan dan berkeluarga (meski kita nggak tahu siapa suaminya) serta Mi-jo dan Ju-hee yang tetap bisa tersenyum tanpa melupakan sahabat mereka di alam baka. (*)


Credit: Source link

Related Articles