Seorang dokter di Irak
Baghdad, Jurnas.com – Puluhan ribu dokter yang menanganai Covid-19 di seluruh Irak melakukan mogok massal karena gaji yang belum dibayar.
Kondisi itu juga diperburuk dengan kurangnya persediaan masker dan ancaman dari keluarga pasien, yang menyebabkan kasus Covid-19 di negara tersebut melonjak.
“Kami angkat tangan. Saya tidak bisa bekerja lagi. Saya bahkan tidak bisa fokus pada kasus-kasus atau pasien,” kata Mohammed, seorang dokter di sebuah bangsal COVID-19 di Baghdad yang menolak menggunakan nama lengkapnya.
Dalam statistik resmi, Irak telah secara mencatatkan lebih dari 47.000 kasus virus corona baru, dengan semakin banyak dokter yang terinfeksi.
“Saya pribadi kenal 16 dokter yang dinyatakan positif selama sebulan terakhir,” ungkap Mohammed.
Jumlah keseluruhan korban tewas di negara itu menuju ke angka 2.000, dengan kematian resmi setiap hari mulai mencapai 100 dalam seminggu terakhir, dan dokter memperingatkan bahwa tenaga kesehatan sudah tidak bisa mengimbangi.
Di utara Kurdi yang otonom, lonjakan infeksi Covid-19 telah mendorong jumlah kasus di sana menjadi lebih dari 5.000, termasuk setidaknya 200 petugas kesehatan, dan jumlah kematian menjadi lebih dari 160.
Di rumah sakit umum Ali Naji di kota timur laut Sulaimaniyah, puluhan orang mengantri untuk diuji. Namun di sana, jumlah staf medis semakin menipis.
Pemerintah daerah Kurdi, seperti otoritas federal di Baghdad, sedang berjuang untuk membayar upah sektor publik tahun ini, karena jatuhnya harga minyak dan resesi ekonomi yang disebabkan oleh pandemi.
Hal itu berdampak buruk pada personel di fasilitas medis milik negara, yang belum dibayar dalam dua bulan.
Bulan ini, ribuan petugas kesehatan di rumah sakit pemerintah di wilayah Kurdi mengumumkan bahwa mereka akan berhenti mengobati kasus non-Covid-19.
“Setidaknya 20.000 petugas kesehatan di seluruh wilayah itu mengikuti pemogokan parsial ini,” kata Hawzin Othman, kepala sindikat medis Sulaimaniyah.
Di antara mereka adalah 800 dokter yang bergabung selama dua minggu terakhir, tepat ketika wilayah Kurdi mulai mencatatkan peningkatan dalam kasus Covid-19. Dan Shevan Kurda, seorang dokter berusia 30 tahun, adalah salah satunya.
“Kami bekerja shift 10 jam setiap hari, tetapi hanya untuk mengobati pasien Covid-19,” tutur Kurda.
Kurda mengaku belum digaji selama tiga bulan sejak 2019, dan tidak dibayar pada April atau Mei tahun ini.
Pihak berwenang dan pekerja kesehatan di seluruh Irak telah lama mengecam keadaan rumah sakit-rumah sakit negara yang bobrok, yang rusak akibat perang selama bertahun-tahun, kurangnya investasi dan korupsi yang telah menyedot dana yang dimaksudkan untuk peralatan baru.
Bahkan Perdana Menteri Mustafa al-Kadhemi di depan wartawan pekan lalu mengakui bahwa negara itu tidak memiliki sistem kesehatan.
“Sistem kesehatan rusak, dan persyaratan paling dasar tidak tersedia, karena mereka yang memegang posisi di beberapa lembaga negara tidak kompeten. Ini telah terakumulasi selama bertahun-tahun,” ungkap dia.
Irak juga merupakan tempat yang terkenal berbahaya untuk menjadi dokter, karena keluarga pasien kerap kali mengancam staf medis, jika kondisi orang yang mereka cintai memburuk.
TAGS : Tenaga Kesehatan Covid-19 Irak
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/74586/Gaji-Tak-Kunjung-Dibayar-Puluhan-Ribu-Dokter-Mogok-Massal/