JawaPos.com- Jaringan GUSDURian akan menyelenggarakan Festival #BedaSetara. Event itu bagian dari peringatan Hari Toleransi Internasional, 16 November. Selama ini, peringatan Hari Toleransi selalu dilakukan setiap tahun oleh para pengagum dan pengikut KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.
Selama hidup, Gus Dur memang dikenal sebagai tokoh humanis yang menyuarakan toleransi antarsesama umat manusia. “Kami melihat toleransi harus terus disuarakan karena di tengah masyarakat masih kerap terjadi tindakan intoleran,” ujar Jay Akhmad, koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian dalam rilis yang diterima JawaPos.com, Jumat (18/11).
Jay Akhmad mengungkapkan, dari hasil riset beberapa lembaga seperti Setara Institute, menyebut bahwa kasus intoleransi masih tinggi. Terutama atas nama agama. “Keberagaman bisa menjadi anugerah, namun bisa juga jadi musibah apabila tidak dijaga dengan baik,” katanya.
Menurut dia, cara menjaga toleransi adalah dengan tetap bersilaturahmi dengan siapa saja tanpa melihat latar belakang suku, agama, dan golongan. Nah, melalui Festival #BedaSetara, Jaringan GUSDURian mengajak semua pihak untuk sama-sama merayakan perbedaan.
Sebenarnya, lanjut Jay Akhmad, pihaknya meyakini bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia sangat toleran. Namun, selama ini masih jarang disuarakan. Karena itu, narasi intoleran masih lebih mendominasi. Dia berharap, Festival #BedaSetara menjadi salah satu kiat dari Jaringan GUSDURian untuk memperbanyak narasi toleransi di tengah masyarakat.
Rencananya, Festival #BedaSetara akan diadakan di berbagai kabupaten/kota di Indonesia sepanjang November. Ada beragam kegiatan yang dilakukan. Di antaranya, diskusi tematik, forum silaturrahmi lintas agama, kampanye media sosial, hingga bedah film.
Pada tahun ini, ada lima film yang akan diputar. Yakni, Lasem Kota Toleransi yang diproduksi RRI, Liyan karya Pungguh Windrawan, The Invisible Heroes produksi Narasi, Toleransi di Kampung Sawah Bekasi dari Kumparan, dan Tiga Agama Tetap Bersama’karya Fandi Akhmad.
“Kami berharap festival ini menjadi langkah positif dalam menunjukkan wajah masyarakat yang beragam,” ucap Jay Akhmad. Dia juga mengajak semua pihak untuk berkolaborasi demi merawat keberagaman. Dengan demikian, Indonesia tetap menjadi rumah bersama bagi semua.
Festival #BedaSetara pada tahun ini mengambil tema Perdamaian tanpa Keadilan adalah Ilusi. Jay Akhmad menjelaskan, tema tersebut diambil dari pernyataan Gus Dur yang cukup terkenal. Hal itu yang menjadi spirit festival bahwa perjuangan merawat toleransi harus disertai perjuangan menegakkan keadilan.
“Toleransi bukan sekadar hidup berdampingan, namun juga memastikan akses yang setara bagi semua,” ujar Jay Akhmad.
Dia menambahkan, Indonesia mengalami banyak pekerjaan rumah dalam upaya menegakkan keadilan. Oligarki, korupsi, ketimpangan sosial, dan perusakan lingkungan menjadi contohnya.
Jay Akhmad juga menyebut toleransi menghadapi sejumlah tantangan. Mulai dari perilaku intoleran hingga toleransi yang dibajak. “Di media sosial, banyak pihak yang membawa kata toleransi justru untuk bertindak intoleran,” ujarnya.
Tindakan itu berupa pelabelan dan stigmatisasi pada kelompok yang berbeda dengan sebutan tertentu. Situasi ini semakin pelik apabila dikaitkan dengan politik elektoral. Masyarakat seolah-olah terbagi menjadi kelompok toleran dan intoleran.
“Padahal, kita harus bersikap kritis bahwa problem utamanya adalah soal keadilan,” pungkasnya.
Credit: Source link