JawaPos.com – PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk atau GoTo pada Jumat (18/11) mengumumkan telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. Dilaporkan bahwa PHK ini dilakukan terhadap sekitar 12 persen dari total karyawan atau sebanyak 1.300 orang.
CEO Grup GoTo Andre Soelistyo sebelumnya mengatakan, PHK dilakukan sebagai salah satu langkah strategis dalam mendorong percepatan kemandirian finansial. Banyak pihak kemudian mengaitkan PHK ribuan pekerja GoTo dengan resesi ekonomi.
Melihat hal itu, pakar bisnis Rhenald Kasali menjelaskan, PHK di Goto tak ada hubungannya dengan resesi ekonomi global. Menurutnya, ancaman resesi global yang terus didengungkan, kalau dipercaya, bisa menimbulkan resesi sungguhan.
“Eksekutif yang kurang piawai bisa gegabah melakukan pemotongan besar-besaran, dan nanti bisa sebaliknya: menimbulkan distrust dan penurunan kinerja,” ujar Rhenald kepada JawaPos.com.
Rhenald menyayangkan pernyataan sejumlah pihak yang gegabah menyebarluaskan ketakutan resesi yang seakan-akan sudah di depan mata. Padahal “sesuatu” itu belum terjadi, tapi masyarakat sudah dipaksa mempercayainya dan seakan sudah merasakannya.
“Itu namanya trust recession, bukan economic recession,” tambah Rhenald.
Rhenald menyebut, untuk membuat publik percaya ada pihak yang mengaitkan dampak ekonomi dari resesi akibat pandemi yang lalu, dengan resesi tahun depan yang konon sudah dirasakan di Jawa Barat. Dikabarkan, sudah ribuan pekerja tekstil, garmen, dan alas kaki yang tujuannya ekspor terdampak PHK.
Berita yang tak kalah heboh ini kemudian muncul di beberapa platform media. Sontak semua orang berpaling pada ancaman resesi yang sudah gencar disampaikan sejumlah pihak.
Resesi sendiri ada dua macam menurut pakar Ekonomi-Bisnis Universitas Indonesia ini. Ada economic recession seperti yang dialami Inggris dan ada trust recession yang sekarang sedang ramai diperbincangkan seakan-akan resesi terjadi di Indonesia.
“Economic recession adalah terminologi makro, yang ditandai dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi (negatif), dua kuartal berturut-turut,” tambah penggagas Rumah Perubahan Jakarta Escape ini.
Rhenald menambahkan, dalam ekonomi makro, resesi bukanlah sebuah aib. Ia merupakan bagian alami pergerakan ekonomi, yang bersifat dinamis. Kadang perekonomian itu naik, kadang turun.
Yang penting, saat turun lakukan langkah-langkah preskriptif secara disiplin. Menurutnya, andai pun resesi, dunia tak akan resesi selamanya, kecuali mereka terlibat dalam konflik (perang) secara berkelanjutan.
Sementara yang ramai jadi perbincangan di Indonesia katanya adalah resesi kedua yang dikenal sebagai trust recession, semacam quasi recession atau resesi semu. Ini adalah sebuah gejala psikologis yang datang dari rasa cemas atau takut yang berlebihan (dari orang yang menarasikan atau yang menyebarluaskan).
Kadang gejala itu disebut sebagai the negativity bias. Belum lagi resesinya datang, tapi bayangan gelapnya sudah disambut, dipeluk dan dipamerkan sebagai hantu hitam yang menakut-nakuti.
“Kalau masyarakat kadung percaya dan ketakutan, maka pengusaha akan melakukan deep cut (memotong anggaran, menutup usaha, menghentikan investasi, ekspansi atau berpromosi, melakukan penghematan, PHK, mengurangi stok, bahkan malas melakukan apa-apa). Dan akhirnya bukan saja resesi, melainkan terjadi stagnasi dan depresi,” tegas Rhenald.
Sementara PHK massal Goto disebut bukan merupakan dampak gejolak ekonomi global, hal ini mengacu pada kinerja platform tersebut. Rhenald mengungkapkan, kalau PHK massal GoTo terkait resesi, pasti kinerjanya buruk, bahkan rugi.
“Faktanya, pada akhir kuartal kedua 2022, perusahaan berhasil melakukan penghematan biaya struktural sebesar Rp 800 miliar. Bahwa pascapandemi orang tak segencar berbelanja online seperti sebelumnya, itu bisa saja terjadi. Tapi GoTo punya kekuatan ekosistem keuangan yang solid mulai dari Midtrans sampai Moka yang menjamin solusi Online-Offline (O2O),” tandas Rhenald.
Credit: Source link