JawaPos.com – Ucapan kontroversial Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan soal klaim data yang menyebutkan 110 juta rakyat Indonesia ingin Pemilu 2024 ditunda memantik reaksi banyak pihak. Termasuk dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, pihaknya telah mendatangi dan mengirimkan surat ke kantor Luhut. Hal itu dilakukan agar Luhut Binsar Pandjaitan membuka klaim big data mengenai penundaan Pemilu 2024 tersebut.
“Kemenko Marves yang dipimpin oleh Luhut Binsar Pandjaitan, kami mendesak Luhut agar segera membuka informasi publik berupa big data pengguna internet yang mendukung penundaan Pemilu 2024,” ujar Kurnia kepada wartawan, Rabu (30/3).
Menurut Kurnia, desakan ini didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) huruf f UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Pernyataan Luhut yang disampaikan di channel YouTube Deddy Corbuzier jelas dianggap sebagai informasi publik yang wajib disediakan setiap saat.
“Sehingga jelas, tidak ada alasan bagi Luhut untuk menolak membuka big data yang disampaikan,” katanya.
Kurnia juga mempertanyakan, apa kapasitas Luhut menyampaikan tentang big data tersebut. Sebab, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2019 tentang Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves), Luhut tidak diminta untuk mengurusi perihal kepemiluan.
Selain itu, menurut Kurnia, pada tanggal 15 Maret 2022 lalu, Juru Bicara Kemenko Marves Jodi Mahardi, juga menyampaikan bahwa big data yang disampaikan oleh Luhut dikelola secara internal.
“Dari sini, muncul pertanyaan lanjutan. Misalnya, apa yang dimaksud dengan internal? Apakah pemaknaannya diarahkan kepada Kemenko Marves? Jika iya, apa landasan hukum yang membenarkan pengelolaan big data perihal rencana penundaan Pemilu 2024 dilakukan oleh kementerian tersebut?” ungkapnya.
Lebih lanjut Kurnia mempertanyakan, bagaimana validitas metode pengelolaan dan pengambilan responden big data tersebut. Pasalnya mengacu pada channel YouTube Deddy Corbuzier itu, Luhut tidak menjelaskannya secara utuh.
Sehingga hal tersebut terindikasi janggal, sebab, data yang diklaim Luhut bertolak belakang dengan temuan sejumlah lembaga survei yang kredibel. Misalnya, Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang mengemukakan data bahwa 70% persen responden menolak penundaan pemilu. Kemudian Lembaga Survei Nasional (LSN) yang menghasilkan 68,1 persen dan Litbang Kompas juga menyebut 62,3 persen masyarakat menolak penundaan Pemilu 2024.
“Karena itu big data milik Luhut Binsar Pandjaitan terindikasi janggal, kerena berbeda dengan hasil sejumlah lembaga survei yang kredibel,” tegasnya.
Sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengaku memiliki data dari rakyat Indonesia yang menginginkan agar Pemilu 2024 ditunda pelaksanaanya. Menurut Luhut, ada 110 juta rakyat Indonesia yang ingin pemilu ditunda.
Luhut menuturkan, dari big data tersebut datang dari masyarakat kelas menengah ke bawah. Mereka, menurut Luhut, menginginkan tidak ingin adanya kegaduhan politik di Indonesia akibat Pemilu 2024 layaknya Pemilu 2019 lalu.
Menurut Luhut, berdasarkan big data itu, masyarakat juga tidak ingin Indonesia menghaburkan uang demi penyelenggaran Pemilu 2024. Pasalnya menurut Luhut, Pemilu dan Pilkada serentak 2024 bisa menghabiskan anggaran negara sebesar Rp 110 triliun.
Editor : Banu Adikara
Reporter : Gunawan Wibisono
Credit: Source link